Hanya saja, menurut Danang, banyak masyarakat tergiur mencari jalan pintas dengan memilih nembak KTP.
Langkah tersebut dinilai lebih praktis, meski harus mengeluarkan biaya tambahan.
Danang mengatakan, praktik nembak KTP cenderung dilakukan melalui calo, atau oknum petugas Samsat.
Tapi, kadang petugas bisa memberikan toleransi kepada masyarakat yang membutuhkan.
"Misal uangnya terbatas atau dari kalangan orang tidak mampu, sehingga untuk mutasi dan sejenisnya tak mungkin dilakukan, jadi niatnya petugas murni membantu," ucap Danang.
Baca Juga: Daripada Cari KTP Pemilik Pertama Mending Balik Nama, Ini Syaratnya
Namun, menurut Danang, kondisi tersebut membuat pihak inspektorat kesulitan mengidentifikasi apakah oknum petugas tersebut membantu atau mencari keuntungan pribadi.
"Bila memang ada oknum petugas kami yang ‘bermain’ maka masyarakat bisa melaporkannya, bila didukung dengan bukti kuat, petugas tersebut bisa dicopot," ucap Danang.
Kemudian Danang menjelaskan alasan kenapa KTP bukan menjadi urusan petugas pajak, seperti kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Menurut Danang, dokumen tersebut (KTP) sebenarnya tidak dibutuhkan saat membayar pajak.
"KTP dibutuhkan untuk registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor oleh pihak kepolisian, maka dari itu kalau memang ada kebijakan khusus, itu wewenangnya Polda," ucap Danang.
Melansir pasal 61 Perpol nomor 7 tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, pengesahan dan perpanjangan STNK dapat dilakukan secara manual pada pelayanan Samsat atau elektronik pada pelayanan Samsat Online.
Pengesahan STNK secara manual, harus memenuhi persyaratan berupa mengisi formulir permohonan, dan melampirkan KTP pemilik sesuai dengan STNK.
Jadi, KTP tetap dibutuhkan saat bayar pajak karena memang itu kebutuhan dari Polda setempat untuk registrasi dan identifikasi kendaraan.
| Editor | : | Dida Argadea |
KOMENTAR