GridOto.com - Semenjak ditetapkannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) akibat penyebaran virus Covid-19 awal bulan Maret lalu membuat orang jadi lebih banyak belanja melalui online.
Tidak hanya sembako, komponen dan aksesori juga laris dibeli via online. Bahkan APM (Agen Pemegang Merek) motor hingga mobil juga banyak yang memanfaatkan online buat jualan.
Buka saja situs belanja seperti Bukalapak, Tokopedia, Blibli dan lainnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, transaksi online naik hingga 400% lebih selama pandemi ini. Memang yang paling banyak naik adalah bahan pangan, tetapi tren ini berlaku juga ke semua produk.
Belanja online memang mudah, bisa dilakukan siapa saja. Barang yang tersedia lengkap. Makin menarik karena banyak promo yang ditawarkan. Mulai dari diskon berlimpah, harga murah banget, bebas ongkos kirim, cicilan bunga 0% dan lainnya.
Tapi hati-hati buat calon pembeli komponen atau produk otomotif lainnya, ternyata kalau tidak jeli bisa terjebak membeli ‘barang sampah’.
Apa maksudnya barang sampah? Yaitu barang yang secara tampilan mirip asli tetapi setelah digunakan atau dilihat lebih jelas ternyata kualitasnya berbeda, jauh di bawah produk aslinya.
Dicurigai merupakan barang hasil rebuild dari hasil lelangan barang reject dari pabrik. Barang yang tidak lolos QC (quality control) dijual dan direkondisi. Bisa juga dari barang atau komponen bekas yang sudah diperbaiki lagi.
Artinya produk yang dijual berupa sparepart rebuild atau barang reject yang dijual oknum pedagang nakal dengan embel-embel barang original, baru, hasil lelangan dan lain sebagainya.
Seperti sokbreker, filter udara, filter oli, kampas rem, kampas kopling dan lain sebagainya.
Sebenarnya buat sebagian konsumen bisa jadi solusi paket hemat. Itu jika konsumen tersebut mengerti dan membeli dengan sadar.
Tujuannya bisa karena belum punya uang jadi beli yang murah dulu, lantas jika ada uang baru beli yang asli. Saat berkendara pun mereka menyadari bahwa ada komponen yang tidak sempurna di mobil atau motornya, sehingga lebih hati-hati.
Masalahnya jadi berbeda jika yang membeli tidak mengerti. Makin parah jika pedagangnya tidak menjelaskan dalam deskripi dengan detail.
Pun demikian saat ditanya konsumennya, penjelasan yang diberikan terkesan menutupi tidak terus terang.
Efeknya saat barang dikirim dan digunakan, umurnya tidak panjang. Hanya dalam hitungan bulan atau minggu bahkan hari, barang sudah rusak.
Secara kemasan terlihat rapi dan mirip produk asli. Komponen yang dijual pun terlihat mulus dan bersih. Tapi setelah sampai dan dicermati baru ketauan itu bukan barang asli.
Sebenarnya bisa saja komplain dan barang dikembalikan, tapi kan repot dan buang waktu. Itu buat yang menyadari kalau produk yang adalah barang sampah, kalau yang tidak tentu akan tetap dipasang.
Efeknya bisa panjang, komponen yang tidak berkualitas bisa mengakibatkan kerusakan pada komponen lain pada kendaraan yang digunakan. Akibatnya, pembeli harus keluar biaya lebih besar.
Bukan hanya uang, bahkan nyawa juga bisa melayang. Bayangkan jika ada yang membeli kampas rem abal-abal misalnya.
Saat digunakan di jalan, tanpa disadari penggunanya karena merasa kampas rem yang dibeli berkualitas, tetap berkendara seperti biasa.
Padahal rem bisa tidak berfungsi maksimal. Bisa blong atau justru mengunci tiba-tiba, efeknya bisa menimbulkan kecelakaan. Nyawa pun bisa melayang! Kalau sudah begini siapa yang salah?
Jadi ada baiknya sebelum menimbulkan korban (atau malah sudah ada) pihak marketplace segera awasi toko-toko yang menjual barang.
Beberapa marketplace memang sudah melengkapi diri dengan fitur keamanan yang melindungi pembeli dan penjual.
Seperti daftar terlebih dahulu untuk login, menggunakan rekening bersama, asuransi pengiriman, kolom testimoni, fitur chatting, fitur posisi pengiriman barang sudah sampai mana dan sebagainya.
Tetapi itu saja belum cukup, buktinya saat ini masih banyak barang sampah yang dijual. Khusus produk otomotif memang perlu perlakuan khusus agar konsumen terlindungi.
Pihak marketplace harus punya tim untuk memantau oknum pedagang yang nakal dan langsung memberikan peringatan bahkan hukuman.
Misalnya jika deskripsi tidak lengkap atau foto hasil copy paste wajib memberi keterangan lengkap dan mengganti dengan foto asli.
Sehingga konsumen tahu produk macam apa yang dijual pedagang tersebut. Online berbeda dengan belanja langsung ke toko off line. Kita tidak bisa lihat pedagang dan hanya bisa melakukan percakapan melalui teks untuk berkomunikasi.
Barang memang bisa dilihat, tetapi tidak bisa dipegang. Bahkan untuk ukuran, hanya tahu jika diinfo oleh pedagangnya.
Deskripsi produk memang ditulis oleh penjual, tetapi kadang tidak terlalu jelas. Malah bisa menjebak.
Jangan dibiarkan hanya pada penilaian pembeli atau reputasi lapak, karena itu masih bisa dipermainkan.
Jadi meski diskon berlimpah dan harga murah, nyawa jangan jadi taruhannya.