Baca berita tanpa iklan. Gabung Gridoto.com+

Baru Tahu, Ternyata Penghasilan Para Debt Collector Resmi Dikenai Pajak 2 Persen

Irsyaad W - Rabu, 24 Desember 2025 | 10:30 WIB
Polisi tangkap tujuh debt collector di wilayah Sukmajaya, Kota Depok.
KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADHANTY
Polisi tangkap tujuh debt collector di wilayah Sukmajaya, Kota Depok.

Karena itu, jumlah kendaraan dengan kredit bermasalah yang harus ditelusuri ada cukup banyak setiap harinya.

Baca Juga: Sering Dicap Jelek, Debt Collector Wajib Paham Etika dan Regulasi Penagihan

Besaran fee yang diterima mata elang bergantung pada leasing asal kendaraan tersebut, karena setiap leasing memiliki kebijakan yang berbeda.

Biasanya, dari satu unit motor, mata elang bisa memperoleh fee sekitar Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta.

Dalam sebulan, Andre mengaku dapat memperoleh lima hingga 10 kendaraan yang memiliki tunggakan kredit.

Namun, pendapatan itu harus dibagi dengan rekan-rekannya karena ia bekerja secara kelompok.

Andre juga menegaskan profesinya tidak ilegal. Salah satu buktinya, setiap fee yang diterima akan dipotong sebesar dua persen untuk pajak.

Salah satu direktur perusahaan leasing, Rey (bukan nama sebenarnya), menyebut bahwa mata elang yang resmi bermitra dengan leasing selalu dibekali surat kuasa untuk menarik kendaraan bermasalah.

"Kalau dia debt collector resmi, bukan gadungan, artinya dia mendapatkan kuasa tarik, izin dari kami," ujar Rey saat dihubungi, 22/12/25) menukil Kompas.com.

Baca Juga: Debt Collector Wajib Tahu, Rampas Motor Nunggak Angsuran Bisa Dihukum Mati Atas Dasar Ini

Sebaliknya, mata elang yang ilegal atau tidak bermitra secara resmi dengan leasing tidak akan memiliki surat kuasa, tidak memiliki izin, dan hanya bermodalkan data dari aplikasi untuk melakukan eksekusi secara sepihak.

Rey menegaskan, mata elang yang bekerja sesuai SOP wajib membawa surat kuasa, surat somasi atau teguran, sertifikat SPPI, serta dokumen pendukung lainnya saat melakukan penagihan di jalan.

Selain itu, mata elang resmi juga diwajibkan menagih dengan cara yang sopan kepada debitur sesuai SOP perusahaan.

Menurut Rey, selama penagihan dilakukan secara santun dan dilengkapi dokumen resmi, maka tindakan pengambilan kendaraan di jalan bukan merupakan intimidasi dan masih sesuai dengan perjanjian pembiayaan.

Lebih lanjut, Rey mengungkapkan, mayoritas kendaraan yang terpaksa dieksekusi oleh para mata elang sudah berpindah kepemilikan.

"Perlu juga diingat, 95 persen lebih eksekusi terjadi karena kendaraannya sudah bukan di tangan debitur, tapi di tangan pihak ketiga. Pihak ketiga ini kadang-kadang lebih galak. Jadi, akar masalahnya harus dilihat," jelas Rey.

Jika kendaraan telah berpindah tangan, pihak leasing dan mata elang harus memastikan apakah kepemilikan tersebut masih atas nama debitur atau sudah dijual secara resmi.

Apabila kendaraan telah dijual secara sah, maka mata elang dan pihak leasing tidak diperbolehkan melakukan eksekusi.

Dia menilai, debitur yang menjual kendaraan secara sepihak untuk menghindari kewajiban cicilanlah yang seharusnya bertanggung jawab.

"Jadi jangan debt collector terus yang disalahkan. Debiturnya juga harus dicari tahu dulu, kendaraan ini dipegang siapa dan yang memegang itu punya hak atau tidak," tutur Rey.

Editor : Panji Nugraha

Sobat bisa berlangganan Tabloid OTOMOTIF lewat www.gridstore.id.

Atau versi elektronik (e-Magz) yang dapat diakses secara online di : ebooks.gramedia.com, myedisi.com atau majalah.id



KOMENTAR

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

loading
SELANJUTNYA INDEX BERITA
Close Ads X
yt-1 in left right search line play fb gp tw wa