GridOto.com - Pemerintah akan mengevaluasi skema insentif untuk mobil listrik berbasis baterai atau Battery Electric Vehicle (BEV) pada akhir 2025.
Langkah ini diambil karena penjualan BEV nasional masih rendah, yakni hanya mencapai 23 ribu unit hingga April 2025.
Jika disetahunkan, angka tersebut hanya sekitar 63 ribu unit, jauh dari target 400 ribu unit sesuai Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 6 Tahun 2022.
Target jangka panjang produksi BEV juga cukup ambisius, yakni 600 ribu unit pada 2030 dan 1 juta unit pada 2040.
Sementara itu, insentif untuk BEV impor secara utuh alias completely built up (CBU) dalam skema tes pasar akan berakhir akhir tahun ini, sesuai Permenperin No. 6 Tahun 2023.
Artinya, mulai 2026, pelaku industri BEV harus memproduksi secara lokal agar tetap bisa menikmati insentif, seperti pembebasan PPnBM dan potongan PPN menjadi hanya 2 persen melalui skema PPN Ditanggung Pemerintah (DTP).
Saat ini, BEV CBU untuk tes pasar menikmati insentif seperti bea masuk 0 persen dari tarif normal 50 persen dan PPnBM 0 persen dari tarif normal 15 persen.
Total pajak yang harus dibayarkan hanya sekitar 12 persen, dibandingkan tarif normal 77 persen.
Namun, syaratnya adalah pelaku usaha harus membuka bank garansi dan komitmen produksi lokal dengan spesifikasi setara (rasio 1:1). Kebijakan ini tak berlaku lagi mulai 2026.
Baca Juga: PPN BEV 1 Persen, Ahli Usul Hybrid dan LCGC Dapat Diskon Pajak Juga
Pemerintah juga tengah mengkaji perluasan insentif untuk teknologi otomotif lainnya seperti hybrid electric vehicle (HEV) hingga kendaraan berbasis hidrogen.
Langkah ini diambil untuk menggairahkan pasar otomotif yang mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir.
Ekonom dari LPEM UI, Riyanto, mengusulkan perluasan skema insentif fiskal berdasarkan emisi kendaraan.
Ia menilai mobil hybrid dan kendaraan hemat energi berbiaya terjangkau (LCGC) layak mendapatkan insentif PPN DTP dengan besaran lebih rendah dari BEV.
Seperti 5 persen untuk HEV dan 3 persen untuk LCGC. Saat ini, HEV dan LCGC sama-sama menikmati insentif PPnBM DTP sebesar 3 persen.
Menurutnya, insentif untuk HEV dan LCGC memberikan nilai tambah lebih tinggi karena tingkat komponen dalam negerinya (TKDN) telah melampaui 50 persen, dibanding BEV yang masih di bawah 40 persen.
Industri otomotif nasional mengalami tekanan. Penjualan mobil nasional turun dari 1 juta unit pada 2022 menjadi 865 ribu unit pada 2024.
Per April 2025, penjualan turun 2,9 persen menjadi 256 ribu unit, dibandingkan 264 ribu unit pada periode sama tahun lalu.
Jika tren ini berlanjut, penjualan mobil tahun ini diperkirakan turun 11 persen menjadi 769 ribu unit.
Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menyebut insentif pajak menjadi kunci untuk memulihkan penjualan mobil.
Ia mengusulkan pemberian insentif menyeluruh untuk semua teknologi kendaraan, termasuk ICE dan LCGC.
“Insentif bukan berarti subsidi atau utang. Ini hanya penundaan penerimaan negara untuk mendongkrak permintaan. Begitu pasar pulih, penerimaan negara akan kembali,” kata Kukuh dalam diskusi bertajuk Menakar Efektivitas Insentif Otomotif yang digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (19/5/2025).
Gaikindo mendorong agar Indonesia tidak hanya fokus pada satu teknologi seperti BEV.
Menurut Kukuh, mobil hybrid pun termasuk dalam kategori elektrifikasi dan punya peran penting dalam transisi energi bersih.
ICE dan LCGC juga tak boleh ditinggalkan, mengingat kontribusinya terhadap volume penjualan dan harga yang lebih terjangkau.
Pemerintah menekankan pentingnya produksi lokal untuk mendapatkan insentif.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono, menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan berbagai regulasi untuk mendukung elektrifikasi dan transisi energi bersih.
Salah satu instrumen kunci adalah kewajiban pemenuhan local purchase dan/atau TKDN dalam proses produksi.
Industri yang memenuhi kriteria tersebut akan mendapat berbagai insentif, baik fiskal maupun non-fiskal.
Hingga saat ini, terdapat 63 perusahaan produsen sepeda motor listrik dengan kapasitas produksi 2,28 juta unit per tahun.
Selain itu, ada sembilan perusahaan mobil listrik (kapasitas 70.060 unit per tahun) dan tujuh produsen bus listrik (kapasitas 3.100 unit per tahun). Total nilai investasi di sektor kendaraan listrik mencapai Rp 5,63 triliun.
Riyanto menambahkan, insentif otomotif terbukti berdampak signifikan terhadap perekonomian.
Ia mencatat bahwa insentif PPnBM 0 persen bisa meningkatkan PDB hingga 0,8 persen serta menambah lapangan kerja sebanyak 23 ribu orang di sektor otomotif, dan 47 ribu di sektor terkait.
Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya kebijakan fiskal jangka pendek seperti diskon PPnBM dan PPN untuk menyelamatkan industri mobil dari krisis.
Menurutnya, tantangan BEV saat ini adalah kecemasan jarak tempuh dan terbatasnya infrastruktur pengisian daya.
Sebaliknya, mobil ICE, LCGC, dan HEV lebih fleksibel dan cocok sebagai kendaraan utama masyarakat.
“Jangan takut kehilangan pendapatan karena insentif. Efek pengganda dari meningkatnya penjualan jauh lebih besar bagi ekonomi nasional,” pungkas Riyanto.
| Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR