GridOto.com - Polda Sumatera Utara (Sumut) menyita 9 (sembilan) unit Morris Mini.
Mobil klasik tersebut terlibat bisnis pembuatan STNK dan BPKB KW alias palsu beromzet Rp 3 miliar selama 3 tahun beroperasi.
Rumah produksi STNK dan BPKB palsu tersebut berada di Jl Jamin Ginting, kota Medan, Sumut.
Dalam kasus ini, sebanyak 11 orang ditangkap dan dijadikan tersangka.
Identitas para pelaku yakni:
1. Janfrisa Sembiring (36),
2. Muhammad Tebri (38),
3. Muslim (33),
4. Edi Nuriswan (47),
5. Dwi Rijki Suteja (31),
6. Bobby Leonardus Sembiring (42),
7. Dedy Saputra (46),
8. Robi Anzalni (36),
9. Febi Donal (39),
10. Leonardus Jui Vernianto (33), dan
11. Indra Wijaya (30).
Kapolda Sumut, Irjen Pol Whisnu Hermawan mengatakan para pelaku beraksi bila ada yang melakukan pemesanan dokumen palsu.
Baca Juga: Parah Dua Tahun Palsukan STNK, Sekali Jual Tersangka Laku Diangka Segini
"Jadi pemalsuan (dokumen kendaraan) di Sumut, namun mobil-mobilnya ini berada di luar Sumut, jadi ada yang kita sita dari berbagai daerah (mobilnya), karena mobilnya di luar daerah, suratnya dari Sumut," ujar Whisnu dalam keterangan tertulisnya, (6/5/25) menukil Kompas.com.
Sementara Dirreskrimum Polda Sumut, Kombes Pol Sumaryono mengatakan pengungkapan bermula pada 11 Maret 2025.
Mulanya, polisi mendapat informasi salah satu rumah di Jalan Jamin Ginting Km 14, Kota Medan, dijadikan tempat memproduksi STNK dan BPKB palsu.
Polisi kemudian menyelidikinya dan menangkap Janfrisa, sang pelaku utama.
Saat diinterogasi, tersangka Janfrisa mengaku sudah hampir 3 tahun menjalankan bisnis haram pemalsuan dokumen tersebut.
"Dari satu dokumen STNK dan BPKB yang diperjualbelikan, dia (mematok) harga Rp 750.000 sampai Rp 4 juta tergantung dari jenis kendaraannya," ujar Sumaryono.
Sejauh ini, kata Sumaryono, total sudah ada 700 dokumen palsu yang dibuatnya dan tersebar di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Wajib Pengendara Tahu, Polisi Beberkan Ciri BPKB Palsu dan Asli
Lalu dari rangkaian penyelidikan sindikat ini, kata Sumaryono, ada 3 klaster bagaimana cara sindikat ini beraksi.
Klaster pertama yakni pemilik bengkel mobil Morris Mini dan Mini Cooper bernama Muhammad Tebri.
Pelaku Tebri ini berperan merakit Morris Mini antik sesuai pesanan dari pelanggannya.
Mulanya, dia memesan suku cadang dari berbagai daerah, termasuk negara Malaysia, tanpa izin untuk membuat mobil Morris Mini rakitan.
"Setelah dirakit, maka yang bersangkutan memesan dokumen, yaitu berupa dokumen STNK dan BPKB untuk digabungkan kepada kendaraan tersebut, baru dijual kepada konsumen," ujar Sumaryono.
Klaster kedua yakni pemilik kendaraan yang mempunyai BPKB, namun tidak punya STNK.
Selanjutnya, klaster ketiga yakni para debt collector yang mengambil mobil sitaan nasabah, namun tidak diberikan kepada leasing.
Baca Juga: Enggak Kebayang, Begini Tampilan BPKB Palsu dari Kacamata Polisi
Selanjutnya, mereka memesan dokumen palsu ke Janfrisa lalu menjualnya ke konsumen lain.
"Klaster debt collector ini ada kami amankan dari Pekanbaru, Riau. Mereka mengambil mobil sitaan, setelah itu, dipesankan dokumen STNK, lalu dijual kepada konsumen," tandas Sumaryono.
Selanjutnya, dari pengungkapan ini, polisi menyita 25 mobil, di mana sembilan unit di antaranya adalah Morris Mini yang masih dalam proses perakitan.
Di sisi lain, polisi juga mengamankan satu unit motor dengan dokumen palsu.
Kata Sumaryono, motor itu disita dari Riau, Jakarta, Banten, Bali, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Kemudian, polisi juga menyita alat yang dipakai tersangka utama, Janfrisa, untuk mencetak dokumen palsu.
Alat tersebut terdiri dari mesin cetak, stempel ultraviolet, dan mesin laser mini untuk mengukir kertas.
Baca Juga: Jenderal Muda Negara Kekaisaran Sunda Dijambak Polisi, Sindikat Pembuatan STNK Lancung Terungkap
Janfrisa mengaku mempelajari cara membuat STNK dan BPKB bodong dengan cara otodidak.
Lalu, selama lebih kurang 3 tahun beraksi, dia memperoleh keuntungan sekitar Rp 3 miliar.
Kini, para pelaku ditahan untuk proses hukum lebih lanjut.
Mereka disangkakan dengan pasal pidana pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman 6 tahun penjara, serta ditambah pidana tentang penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 480 KUHPidana dengan ancaman 4 tahun penjara.
| Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR