GridOto.com - Penarikan kendaraan kredit macet oleh debt collector kerap dibumbui baku hantam alias kekerasan.
Bukan tanpa alasan, ternyata pengakuan dari pelaku debt collector, hal itu karena pihak debitur tidak kooperatif.
Seperti dijelaskan salah satu debt collector, Ahmad (35, bukan nama sebenarnya).
Ia mengatakan penarikan kendaraan di jalan dilakukan karena debitur kerap tidak bersikap kooperatif.
Menurut Alex, ketika terjadi tunggakan cicilan, pihak leasing tidak serta-merta memerintahkan mata elang untuk mengeksekusi kendaraan.
Biasanya, perusahaan leasing terlebih dahulu mengirimkan surat peringatan sebanyak dua kali.
Apabila tidak mendapat respons, petugas internal leasing akan mendatangi rumah debitur untuk menanyakan kelanjutan pembayaran cicilan.
Baca Juga: Dunia Debt Collector Terungkap, Tak Semua Mobil atau Motor Tarikan Langsung Jadi Hak Milik Leasing
Jika debitur bersikap terbuka dan mengakui belum mampu membayar, leasing umumnya memberikan toleransi.
Namun, situasi berbeda terjadi apabila debitur sulit diajak berkomunikasi.
"Tapi, jika pas didatangi ke rumah dia diajak komunikasi kurang nyambung dan responnya kurang bagus, itu langsung lempar ke tim lapangan (mata elang)," tutur Ahmad saat diwawancarai, (22/12/25) melansir Kompas.com.
Setelah mendapat instruksi, para debt collector akan berupaya mencari kendaraan tersebut.
Namun, Alex mengungkapkan dalam banyak kasus, kendaraan yang ditemukan sudah berpindah tangan dan tidak lagi atas nama debitur.
Ia menegaskan, kunci utama agar kendaraan tidak ditarik adalah komunikasi yang baik dengan pihak leasing.
"Kalau debitur ada komunikasi dengan leasing, itu enggak akan ditindak matel walau dia menunggak berapa bulan pun. Karena dia komunikasi baik, dan didatangi dari internal leasing orangnya ada dan tanggapan komunikasinya bagus, ya, pasti dikasih toleransi," sambung Ahmad.
Baca Juga: Fakta Temuan Leasing, 95 Persen Kendaraan Yang Ditindak Debt Collector Ada di Pihak Ketiga
Ahmad mengeklaim, saat bertugas di lapangan, mata elang berupaya menjaga ketertiban dan menghindari keributan.
Ketika memberhentikan kendaraan di jalan, mereka berusaha bersikap sopan dan komunikatif.
"Kami ketemu permisi minta waktu sebentar, kami sampaikan tujuan kami, kami tanya masalah pembayaran, tapi kalau dia tidak tahu masalah pembayaran kita tanya dia namanya siapa," ujar Ahmad.
Para debt collector memastikan terlebih dahulu apakah pengendara merupakan debitur atau bukan.
Jika kendaraan dikendarai oleh orang lain, mereka akan menjelaskan kendaraan tersebut memiliki tunggakan cicilan.
Selanjutnya, pengendara diarahkan untuk datang ke kantor leasing guna mencari solusi pembayaran.
"Kalau emang dia tidak punya waktu dan enggak bisa ikut ke kantor maka kami berikan surat berita acara serah terima dengan ditanda tangani semua dan kita foto bersama untuk ditunjukan ke kantor," ucap Ahmad.
Baca Juga: Baru Tahu, Ternyata Penghasilan Para Debt Collector Resmi Dikenai Pajak 2 Persen
Apabila pengendara menolak menyerahkan kendaraan di jalan, mata elang tetap menyarankan penyelesaian di kantor leasing.
Menurut Dia, keributan jarang terjadi kecuali ada pihak lain yang memprovokasi.
Ia mengungkapkan kehadiran provokator sering kali memicu amukan massa terhadap debt collector.
"Ada pihak lain yang ikut campur di situ atau kompor-komporin nasabah tersebut, akhirnya kadang-kadang yang sering terjadi kita dikerumunin dan enggak ada pilihan lain lagi, selain melawan karena kalau tidak melawan kita bisa diteriaki maling atau disikat habis," ucap Ahmad.
Situasi tersebut disebut Ahmad seperti menjadi latar belakang peristiwa berdarah di Kalibata, Jakarta Selatan, (11/12/25), yang menewaskan dua debt collector.
Dalam peristiwa itu, dua debt collector yang sedang memberhentikan pengendara motor dikeroyok hingga tewas oleh enam anggota polisi yang berada dalam satu mobil di belakang pengendara.
Para anggota polisi tersebut disebut berusaha menolong pengendara dan berujung memukuli kedua mata elang hingga tewas.
Baca Juga: Unek-unek Debt Collector Keluar Semua, Diamuk Massa Ditanggung Sendiri Tanpa Bantuan Leasing
Ahmad mengaku, peristiwa Kalibata meninggalkan luka mendalam bagi para debt collector di Indonesia.
Ia berharap masyarakat tidak lagi main hakim sendiri ketika melihat debt collector menjalankan tugasnya.
"Untuk warga masyarakat se-Indonesia yang kita cintai, tidak ada orang lain yang semena-mena ketika ketemu orang lain tanpa tujuan, kita tahan orang itu pasti ada tujuannya," ucap Ahmad.
Ia meminta masyarakat menanyakan tujuan dan legalitas tugas mata elang, termasuk surat kuasa resmi.
Jika dokumen lengkap, masyarakat diharapkan membantu membujuk debitur agar menyelesaikan masalah di kantor leasing.
Masyarakat juga dipersilakan mendampingi debitur apabila khawatir terjadi hal-hal yang membahayakan.
"Kalau bisa orang di sekitar tolong dampingi debitur tersebut sama-sama ke kantor leasing atau pembiayaan, supaya sama-sama tahu bahwa unit ini benar-benar punya tunggakan, dari situ baru bisa dibicarakan oleh pihak debitur dengan atasan di kantor leasing tersebut," ungkap Ahmad.
Baca Juga: Bukan Dirampas di Jalan, Begini Alur Resmi Penarikan Mobil atau Motor Kredit Oleh Debt Collector
Ia juga menegaskan debt collector tidak seharusnya selalu dipersepsikan sebagai pekerjaan ilegal yang identik dengan kekerasan.
Menurut dia, debt collector bekerja sesuai standar operasional prosedur (SOP) dan hanya melakukan perlawanan dalam kondisi terdesak.
Ahmad berharap aparat penegak hukum bersikap adil dalam menangani perkara yang melibatkan debt collector.
"Harapan kami ke penegak hukum atau pemerintah, bisa bersikap adil melihat kejadian yang ada untuk bisa ambil suatu kebijakan atau keputusan untuk menyelesaikan persoalan ini," ucap Ahmad.
Ia menilai selama perusahaan leasing masih beroperasi dan kredit kendaraan tidak dibatasi, profesi debt collector akan terus ada.