GridOto.com - Penarikan mobil dan motor menunggak kredit di Indonesia kerap kali menyalahi aturan.
Paling sering, kendaraan dirampas para debt collector ketika di jalan raya, diikuti dengan intimidasi.
Tentu praktik tersebut menyalahi aturan, karena sebenarnya ada alur resmi dalam penarikan kendaraan bermasalah dalam kredit.
Diketahui debt collector umumnya beroperasi dengan memantau kendaraan di jalan umum, lalu mencocokkan nomor polisi dengan data kredit bermasalah.
Dalam banyak kasus, penarikan dilakukan secara tiba-tiba di ruang publik, seperti di jalan raya atau tempat parkir, sehingga memicu ketegangan dan rasa tidak aman bagi pemilik kendaraan.
Padahal, penarikan kendaraan yang menunggak kredit tidak boleh dilakukan secara sepihak, apalagi disertai paksaan atau ancaman.
Penarikan kendaraan bermotor yang masih dalam status kredit diatur dalam sejumlah regulasi, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pembiayaan konsumen.
Baca Juga: Ngeri, Debt Collector Semudah Ini Dapat Data Nasabah Hanya Bermodal Aplikasi di Playstore
Putusan MK tersebut menegaskan eksekusi objek jaminan fidusia tidak boleh dilakukan secara sepihak, kecuali debitur mengakui wanprestasi dan menyerahkan kendaraan secara sukarela.
Jika debitur menolak, perusahaan pembiayaan wajib menempuh jalur hukum, bukan melakukan penarikan paksa di lapangan.
Penarikan kendaraan hanya dapat dilakukan jika memenuhi beberapa syarat penting, antara lain:
- Debitur terbukti menunggak cicilan sesuai perjanjian kredit
- Telah ada kesepakatan atau pengakuan wanprestasi dari debitur
- Penarikan dilakukan secara sukarela tanpa paksaan
- Petugas penagihan memiliki surat tugas resmi dari perusahaan pembiayaan
- Debt collector terdaftar dan bersertifikat sesuai ketentuan OJK.
Tanpa pemenuhan syarat tersebut, penarikan kendaraan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
Kemudian, penarikan kendaraan di jalan umum tidak dibenarkan secara hukum, terutama jika dilakukan dengan cara menghadang, memaksa, atau mengintimidasi pengendara.
Jika penarikan dilakukan tanpa persetujuan pemilik kendaraan, tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum pidana, termasuk pasal terkait perampasan, pemerasan, atau perbuatan tidak menyenangkan.
Baca Juga: Martabat Polisi Dilecehkan Debt Collector, Mapolda Lampung Diobok-obok Demi Tahan Pajero Sport
Oleh sebab itu, masyarakat diimbau tidak menyerahkan kendaraan di jalan jika diminta oleh pihak yang mengaku mata elang tanpa prosedur resmi.
Perusahaan pembiayaan pun sebenarnya bertanggung jawab memastikan proses penagihan dan eksekusi kredit dilakukan sesuai aturan hukum.
Jika menggunakan pihak ketiga atau outsource, leasing tetap bertanggung jawab atas tindakan debt collector di lapangan.
Penggunaan jasa mata elang yang tidak terdaftar atau tidak tersertifikasi dapat menimbulkan konsekuensi hukum bagi perusahaan pembiayaan.
Lalu apa tindakan yang bisa dilakukan pemilik kendaraan jika dihentikan oleh mata elang di jalan?
1. Tetap tenang dan tidak terpancing emosi
2. Meminta identitas serta surat tugas resmi petugas
3. Menolak penarikan kendaraan di jalan umum
4. Menghubungi pihak kepolisian setempat jika terjadi intimidasi
5. Mengonfirmasi status kredit langsung ke perusahaan leasing
Langkah ini penting untuk melindungi hak konsumen dan mencegah penarikan kendaraan secara ilegal.
Praktik mata elang yang melakukan penarikan kendaraan di jalan tidak sesuai dengan ketentuan hukum, terutama jika dilakukan tanpa persetujuan debitur dan tanpa prosedur resmi.
Penarikan kendaraan kredit bermasalah harus mengedepankan prinsip hukum, transparansi, dan perlindungan konsumen, bukan intimidasi di ruang publik.
Pemahaman masyarakat mengenai aturan penarikan kendaraan menjadi kunci untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan menjaga keamanan bersama.
| Editor | : | Dida Argadea |
KOMENTAR