GridOto.com - Salah satu kota di provinsi Jawa Timur tegas mengatur tentang tenda hajatan.
Terutama yang berdiri dan menutup jalan umum, pemilik acara bisa kena denda Rp 50 juta.
Kota yang dimaksud yaitu Surabaya.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan warga tidak boleh sembarangan mendirikan tenda di jalan tanpa izin resmi.
Pelanggar bahkan bisa dikenai sanksi denda hingga Rp 50 juta.
"Kalau tidak ada izin, maka akan ada sanksi. Sanksinya itu bisa sampai dengan Rp 50 juta. Itu nanti yang akan kita sampaikan, sosialisasikan. Maka kita harus tegas seperti ini. Kalau enggak, wong (pengguna jalan) bingung," ujar Eri di Surabaya, (26/10/25) dikutip dari Kompas.com.
Eri menyampaikan aturan ini bertujuan menjaga ketertiban lalu lintas dan memastikan hak pengguna jalan tetap terlindungi.
Baca Juga: Gelar Hajatan Tak Bisa Asal Tutup Jalan, Dendanya Bisa Kuras Dompet
Pihaknya mengaku telah menerima banyak laporan dari warga terkait kemacetan akibat tenda hajatan yang menutup akses jalan umum.
Pemkot Surabaya mewajibkan masyarakat mengurus izin resmi sebelum mendirikan tenda hajatan.
Pengajuan tidak bisa dilakukan langsung ke pihak kepolisian, tetapi harus melalui tingkat RT, RW, dan lurah untuk mendapatkan surat pengantar.
"Tenda hajatan di Surabaya sudah kita sampaikan, dia harus memiliki izin. Dan sudah disepakati tidak boleh izin secara langsung," kata Eri di Graha Sawunggaling, dikutip Kompas.com, (26/10/25).
Setelah surat pengantar diterbitkan, warga baru dapat mengajukan izin ke Polsek terdekat.
Polsek juga tidak akan mengeluarkan izin jika pengantar dari perangkat wilayah belum lengkap.
"Polsek tidak akan pernah mengeluarkan izin lagi sebelum ada pengantar yang disepakati oleh RT, RW, dan Lurah. Kita harus tegas seperti ini, kalau enggak orang jadi bingung,” tambahnya.
Baca Juga: Toyota Alphard Dinas Wali Kota Ini Boleh Dipakai Nikahan, Berminat Silakan Hubungi Nomor Ini
Aturan ini mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas.
Eri menyebutkan tiga ketentuan penting yang wajib dipatuhi masyarakat sebelum mendirikan tenda hajatan di jalan umum:
1. Pengajuan izin paling lambat 7 hari sebelum acara.
Hal ini agar aparat dan petugas terkait dapat menghitung dampak lalu lintas dan menyiapkan pengaturan pengalihan jalan.
"Jadi Satpol PP menghitung, Dishub juga menghitung macetnya apa. Karena itu dia harus 7 hari sebelumnya dan harus ada jalan pengganti ketika jalan ini ditutup," ujarnya.
2. Sebagian jalan harus tetap bisa dilewati kendaraan.
Pemilik acara dilarang menutup seluruh badan jalan.
"Maka, (nanti ada kesepakatan) yang diperbolehkan berapa meter. Bukannya ditutup 3/4 atau kabeh ngono (ditutup semua begitu) yo enggak," jelas Eri.
3. Sosialisasi penutupan jalan wajib dilakukan minimal seminggu sebelum acara.
Tujuannya agar masyarakat dapat mengantisipasi rute alternatif dan tidak terjebak kemacetan.
Baca Juga: Warga Jaktim Resah, Balap Liar Motor dan Mobil Seenaknya Tutup Jalan
Eri mengungkapkan, kebijakan ini merupakan tindak lanjut atas laporan masyarakat terkait tenda hajatan yang menutup jalan raya di kawasan Tambang Boyo, Tambaksari.
Keberadaan tenda tersebut menimbulkan kemacetan dan kebingungan bagi pengendara.
"Jalan raya adalah milik publik dan penggunaannya harus mendapat izin karena mengganggu fungsi jalan," katanya lagi.
Untuk memperkuat penerapan aturan, Pemkot Surabaya akan berkoordinasi dengan Polrestabes Surabaya guna menyusun standar perizinan.
"Saya akan koordinasi dengan Pak Kapolres (Kombes Pol Luthfie Sulistiawan). Agar ketika Kapolsek memberikan izin, harus dilihat apakah jalur tersebut merupakan jalur utama," jelasnya.
"Dan yang paling penting, harus disampaikan berapa lebar maksimal tenda yang diperbolehkan, agar tidak menutup total atau mengambil hingga tiga perempat badan jalan," tambahnya.
Meski aturan ini terkesan ketat, Eri menilai kebijakan tersebut penting untuk menjaga kenyamanan bersama.
Ia pun mendorong warga agar memanfaatkan gedung pertemuan yang tersedia di berbagai wilayah sebagai lokasi alternatif pelaksanaan hajatan.
Hal itu dinilai lebih aman dan tidak mengganggu aktivitas publik.
| Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR