Hal ini agar aparat dan petugas terkait dapat menghitung dampak lalu lintas dan menyiapkan pengaturan pengalihan jalan.
"Jadi Satpol PP menghitung, Dishub juga menghitung macetnya apa. Karena itu dia harus 7 hari sebelumnya dan harus ada jalan pengganti ketika jalan ini ditutup," ujarnya.
2. Sebagian jalan harus tetap bisa dilewati kendaraan.
Pemilik acara dilarang menutup seluruh badan jalan.
"Maka, (nanti ada kesepakatan) yang diperbolehkan berapa meter. Bukannya ditutup 3/4 atau kabeh ngono (ditutup semua begitu) yo enggak," jelas Eri.
3. Sosialisasi penutupan jalan wajib dilakukan minimal seminggu sebelum acara.
Tujuannya agar masyarakat dapat mengantisipasi rute alternatif dan tidak terjebak kemacetan.
Baca Juga: Warga Jaktim Resah, Balap Liar Motor dan Mobil Seenaknya Tutup Jalan
Eri mengungkapkan, kebijakan ini merupakan tindak lanjut atas laporan masyarakat terkait tenda hajatan yang menutup jalan raya di kawasan Tambang Boyo, Tambaksari.
Keberadaan tenda tersebut menimbulkan kemacetan dan kebingungan bagi pengendara.
"Jalan raya adalah milik publik dan penggunaannya harus mendapat izin karena mengganggu fungsi jalan," katanya lagi.
Untuk memperkuat penerapan aturan, Pemkot Surabaya akan berkoordinasi dengan Polrestabes Surabaya guna menyusun standar perizinan.
"Saya akan koordinasi dengan Pak Kapolres (Kombes Pol Luthfie Sulistiawan). Agar ketika Kapolsek memberikan izin, harus dilihat apakah jalur tersebut merupakan jalur utama," jelasnya.
"Dan yang paling penting, harus disampaikan berapa lebar maksimal tenda yang diperbolehkan, agar tidak menutup total atau mengambil hingga tiga perempat badan jalan," tambahnya.
Meski aturan ini terkesan ketat, Eri menilai kebijakan tersebut penting untuk menjaga kenyamanan bersama.
Ia pun mendorong warga agar memanfaatkan gedung pertemuan yang tersedia di berbagai wilayah sebagai lokasi alternatif pelaksanaan hajatan.
Hal itu dinilai lebih aman dan tidak mengganggu aktivitas publik.
| Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR