“SP 1 tidak diindahkan. Jangan sampai mereka terus melanjutkan (operasional) padahal sudah dilarang,” tegasnya.
Masalah utama terletak pada ketidakjelasan legalitas operasional bajaj online tersebut. Hingga kini, Dishub DIY belum menerima dokumen izin usaha perakitan maupun izin sebagai angkutan umum.
Akibatnya, klasifikasi kendaraan pun menjadi bias: apakah menggunakan pelat kuning seperti angkutan umum resmi, atau pelat hitam layaknya kendaraan pribadi. Situasi ini berisiko mengaburkan batas antara transportasi legal dan ilegal di mata publik.
“Izin usaha perakitan dan izin angkutan umum belum ada,” beber Erni.
Di tengah minimnya regulasi dan pengawasan, Erni mengaku khawatir akan muncul persoalan baru di lapangan, termasuk kemacetan yang kian parah di sejumlah ruas utama Yogyakarta.
Ia menyebutkan bahwa keberadaan bajaj online justru dapat memperkeruh upaya pengendalian lalu lintas yang selama ini terus diupayakan Pemda DIY.
“Kami sebenarnya juga ingin mengatasi itu terlebih dahulu. Jangan sampai masuk angkutan umum lain malah menambah kemacetan,” katanya.
Lebih jauh, masyarakat diimbau untuk selektif dalam memilih moda transportasi demi keselamatan pribadi.
“Masyarakat juga harus berhati-hati memilih tumpangan, demi menjamin keselamatan masing-masing,” tambahnya.
Sebagai langkah antisipasi, Dishub DIY telah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian. Penertiban di jalan raya menjadi opsi yang akan diambil bila pengelola tetap bersikeras menjalankan operasional secara ilegal.
Pekan ini, Dishub akan kembali berkoordinasi dengan dinas perizinan di tingkat kabupaten/kota untuk memantau perkembangan.
Bila jumlah bajaj online yang beroperasi terus bertambah tanpa izin, maka tak menutup kemungkinan SP 2 akan dilayangkan dalam waktu dekat.
| Editor | : | Naufal Nur Aziz Effendi |
KOMENTAR