Gaduh Royalti LMK, Kabin Bus PO Haryanto Kini Sunyi Tak Ada Musik dan TV

Irsyaad W - Sabtu, 23 Agustus 2025 | 13:30 WIB

Pemilik Po Haryanto, Haryanto (kanan) saat mengawasi persiapan armada busnya jelang mudik Lebaran 2022. (Irsyaad W - )

GridOto.com - Belakangan terjadi kegaduhan terkait royalti musik yang digaungkan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)

Hal ini berimbas sampai ke Perusahaan Otobus (PO) Bus yang beramai-ramai membuat aturan baru.

Salah satunya manajemen PO Haryanto asal Kudus, Jawa Tengah yang membuat kabin bus-nya kini sunyi.

Lantaran mereka resmi menghentikan pemutaran musik dan televisi (TV) di dalam bus.

Keputusan ini diambil setelah aturan pembayaran royalti atas pemutaran lagu dan musik mulai diberlakukan.

"Untuk sementara, semua kru bus kami minta tidak memutar lagu selama perjalanan. Bahkan televisi di dalam bus juga dimatikan demi menghindari pengenaan tarif royalti," kata Kustiono, operator bus PO Haryanto di Kudus, (19/8/25) dikutip dari Antara.

Menurutnya, kebijakan itu ditindaklanjuti melalui surat edaran tertanggal 16 Agustus 2025 kepada seluruh awak armada.

Baca Juga: Kabin Bus Diintai Royalti Musik, Para PO Kini Pilih Putar Video Ludruk atau Pengajian

Instagram @haryantomania_ig
PO Haryanto kembali buka line Jepara malam dengan keberangkatan dari Terminal Tanjung Priok.

Dalam surat tersebut ditegaskan larangan memutar lagu dari berbagai sumber, baik YouTube, playlist USB, maupun media lain di dalam bus hingga ada pemberitahuan lanjutan.

Meski baru berlaku dua hari, Kustiono mengakui belum bisa memastikan dampaknya terhadap jumlah penumpang.

Namun, ia mengingatkan PO Haryanto sebenarnya sudah menghadapi tren penurunan jumlah penumpang sejak sebelum Pemilu 2024.

"Dulu per bulan bisa melayani hingga 100 ribu penumpang dengan jumlah per hari sekitar 2.000 orang untuk total semua jaringan. Sekarang hanya sekitar 60 ribu penumpang per bulan," jelasnya.

Menurutnya, penurunan itu cukup signifikan karena mencapai 30 persen.

Untuk bus wisata, penurunannya juga terasa meski tidak sedrastis layanan reguler.

Kondisi ini membuat perusahaan menunda rencana peremajaan armada.

Baca Juga: Ogah Dapat Tagihan Dadakan, PO di Jatim Larang Kru Setel Musik di Dalam Bus

"Kalau kondisi ekonomi membaik, kami berencana melakukan peremajaan armada lagi seperti dulu. Tahun 2024 lalu kami masih menambah 20 unit baru di sejumlah rute," terang Kustiono.

"Namun, dengan kondisi ekonomi lesu dan penumpang menurun, manajemen memilih strategi bertahan," ujarnya.

Saat ini, dari total sekitar 200 unit bus, hanya 150 unit yang masih aktif beroperasi.

Dasar Hukum Royalti Musik

Ketentuan royalti musik diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Aturan tersebut mewajibkan setiap orang atau badan usaha yang menggunakan musik secara komersial di layanan publik untuk membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.

Sebelum PO Haryanto mengambil langkah ini, Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) juga telah mengimbau anggotanya untuk menghentikan pemutaran musik di bus.

Imbauan itu muncul sebagai langkah antisipasi setelah melihat kasus yang menimpa restoran cepat saji Mie Gacoan, yang sempat disomasi Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) terkait royalti musik.

Baca Juga: Sedikit yang Masih Paham, Ini Alasan Kenapa Dilarang Ngecas Power Bank di Kabin bus

Ketua Umum IPOMI, Kurnia Lesani Adnan yang juga pemilik bus PO Siliwangi Antar Nusa (SAN), menjelaskan bahwa imbauan ini adalah bentuk kesadaran anggota IPOMI dalam menyikapi PP No. 56 Tahun 2021.

"Kami berkaca pada kasus Mie Gacoan, maka langkah antisipasi perlu dilakukan," ujarnya.

Lesani menambahkan, kewajiban royalti musik memang tidak berdampak langsung pada operasional bus.
Namun, Ia khawatir biaya tambahan ini akan berujung pada kenaikan harga tiket.

"Semua biaya yang timbul akan dimasukkan ke harga tiket, dan pada akhirnya yang terbebani adalah masyarakat," jelasnya.

IPOMI berharap pemerintah melakukan kajian ulang terhadap aturan pembayaran royalti musik.

Pasalnya, aturan tersebut bukan hanya membingungkan pelaku usaha, tetapi juga memunculkan perdebatan di kalangan musisi.

"Kita lihat saja, para seniman saja banyak yang bingung dan tidak setuju, apalagi kami yang sekadar penikmat musik," kata Lesani.