Gaduh Royalti LMK, Kabin Bus PO Haryanto Kini Sunyi Tak Ada Musik dan TV

Irsyaad W - Sabtu, 23 Agustus 2025 | 13:30 WIB

Pemilik Po Haryanto, Haryanto (kanan) saat mengawasi persiapan armada busnya jelang mudik Lebaran 2022. (Irsyaad W - )

Dasar Hukum Royalti Musik

Ketentuan royalti musik diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Aturan tersebut mewajibkan setiap orang atau badan usaha yang menggunakan musik secara komersial di layanan publik untuk membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.

Sebelum PO Haryanto mengambil langkah ini, Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) juga telah mengimbau anggotanya untuk menghentikan pemutaran musik di bus.

Imbauan itu muncul sebagai langkah antisipasi setelah melihat kasus yang menimpa restoran cepat saji Mie Gacoan, yang sempat disomasi Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) terkait royalti musik.

Baca Juga: Sedikit yang Masih Paham, Ini Alasan Kenapa Dilarang Ngecas Power Bank di Kabin bus

Ketua Umum IPOMI, Kurnia Lesani Adnan yang juga pemilik bus PO Siliwangi Antar Nusa (SAN), menjelaskan bahwa imbauan ini adalah bentuk kesadaran anggota IPOMI dalam menyikapi PP No. 56 Tahun 2021.

"Kami berkaca pada kasus Mie Gacoan, maka langkah antisipasi perlu dilakukan," ujarnya.

Lesani menambahkan, kewajiban royalti musik memang tidak berdampak langsung pada operasional bus.
Namun, Ia khawatir biaya tambahan ini akan berujung pada kenaikan harga tiket.

"Semua biaya yang timbul akan dimasukkan ke harga tiket, dan pada akhirnya yang terbebani adalah masyarakat," jelasnya.

IPOMI berharap pemerintah melakukan kajian ulang terhadap aturan pembayaran royalti musik.

Pasalnya, aturan tersebut bukan hanya membingungkan pelaku usaha, tetapi juga memunculkan perdebatan di kalangan musisi.

"Kita lihat saja, para seniman saja banyak yang bingung dan tidak setuju, apalagi kami yang sekadar penikmat musik," kata Lesani.