Salah satunya dengan meminta pemerintah pusat untuk meningkatkan nominal dana transfer ke daerah dalam APBD tahun berikutnya.
"Kan problem dari pajak kendaraan itu kita kekurangan dana, lalu untuk mengatasi dampak macet, dampak polusi dan sebagainya. Nah kalau itu kita mendapat dukungan dari pusat dalam bentuk misalnya dana transfer, tentu bisa mengkompensasi pajak yang hilang tadi," terang Prastowo.
Meski demikian, Pemprov DKI tak menetapkan berapa nilai pendanaan dari pemerintah pusat yang akan diajukan untuk menganti kehilangan pendapatan dari insentif kendaran listrik tersebut.
Sebab, beban fiskal dari kebijakan insentif kendaraan listrik tidak hanya dirasakan oleh Jakarta, melainkan juga daerah lainnya.
Oleh itu, Pemprov DKI menyerahkan keputusan penambahan dana transfer berdasarkan perhitungan pemerintah pusat.
"Kita enggak, kita nggak menyampaikan nilai, hanya menyampaikan informasi. Kita serahkan pada kebijaksanaan pusat," tutur Prastowo.
Baca Juga: Hak Istimewa BYD, VinFast Dkk Dicabut, Pemerintah Hentikan Insentif Mobil Listrik Impor
"Tapi cepat lambat kan daerah lain akan terdampak. Kota-kota besar. Ini mesti diantisipasi menurut saya. Apalagi yang kapasitas fiskalnya sempit, kan bisa langsung terdampak. Karena pajak kendaraan itu kan termasuk tulang punggung penerimaan di semua daerah," jelas dia.
Sebelumnya, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Lusiana Herawati mengakui kebijakan insentif pajak kendaraan listrik oleh pemerintah pusat berdampak signifikan terhadap penurunan pendapatan daerah.
Saat ini, tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk kendaraan listrik masih ditetapkan sebesar 0 persen hingga akhir 2025.
Menurutnya, potensi pendapatan daerah dari dua sektor pajak kendaraan listrik seharusnya cukup besar. Namun, pemberlakuan insentif 0 persen membuat penerimaan pajak DKI mengalami penurunan signifikan.
| Editor | : | Hendra |
KOMENTAR