Data menunjukkan dari 98 kota di Indonesia, baru 25 kota yang telah mengoperasikan sistem transportasi publik massal.
Lebih parahnya, cakupan serta kualitas layanan transportasi publik di kota-kota tersebut juga masih jauh dari harapan.
Menurut survei ITDP pada tahun 2023, alasan utama mengapa masyarakat Jakarta dan kota sekitarnya enggan menggunakan transportasi publik adalah karena kondisi yang tidak nyaman, terutama saat jam sibuk ketika armada transportasi dipenuhi penumpang.
"Bukan hanya terbatasnya ketersediaan transportasi publik yang andal dan nyaman, tetapi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi juga diperburuk oleh kurangnya infrastruktur pejalan kaki dan pesepeda yang aman serta inklusif di kebanyakan kota di Indonesia," jelas Mizandaru.
Sering kali masyarakat harus berbagi jalan dengan kendaraan bermotor saat berjalan kaki maupun bersepeda.
Padahal, berjalan kaki dan bersepeda seharusnya menjadi alternatif utama untuk perjalanan jarak dekat (di bawah 500 meter) hingga jarak menengah (hingga 5 kilometer).
Baca Juga: Bisakah Cara Singapura dan China Soal Pembatasan Kendaraan Efektif Berlaku di Jakarta?
Ketergantungan terhadap kendaraan pribadi bukan hanya menambah kemacetan di jalan raya, tetapi juga berkontribusi terhadap polusi udara yang semakin parah.
Oleh itu, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk menciptakan solusi berkelanjutan dalam sektor transportasi.
Dengan meningkatkan kualitas dan cakupan transportasi umum serta menyediakan infrastruktur yang memadai bagi pejalan kaki dan pesepeda, diharapkan masyarakat akan lebih memilih moda transportasi yang lebih ramah lingkungan.
Upaya ini tidak hanya akan meredakan kemacetan, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
| Editor | : | Naufal Nur Aziz Effendi |
KOMENTAR