Melihat kejadian tersebut, perlu dicatat kalau pengemudi tidak diperbolehkan untuk menggunakan bahu jalan, kecuali dalam kondisi tertentu.
Menurut, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana, bahu jalan merupakan bagian dari jalan yang tidak aman digunakan untuk menyalip.
“Pertama, bahu jalan itu di luar marka dan terbuat dari alas kerikil. Tempat tersebut dipersiapkan untuk kendaraan rusak dan harus berhenti atau dalam kondisi darurat,” ucap Sony.
Bahu jalan merupakan lajur alternatif, digunakan oleh kendaraan prioritas yang harus lewat saat terjadi kemacetan.
Selain itu, pengemudi yang menggunakan bahu jalan tol juga berisiko menabrak kendaraan yang sedang berhenti darurat di area tersebut.
Baca Juga: Avanza Pelat F Bikin Jengkel Warga, Berjam-jam Pemilik Tak Nongol Batang Hidungnya
“Bahu jalan itu licin karena alasnya kerikil dan banyak debu. Kecepatan 60 kilometer per jam saja mobil pasti goyang.
Tapi, kadang pengemudi enggak sensitif jadi tetap digas. Selain itu, elevasinya juga berbeda dengan jalan utama, lebih miring karena untuk pembuangan air," kata Sony.
Penggunaan bahu jalan sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. Dalam peraturan tersebut, tertulis jelas peruntukkan jalan tol, khususnya pada pasal 41 ayat 2. Penggunaan bahu jalan diatur sebagai berikut:
* Digunakan bagi arus lalu lintas pada keadaan darurat.
* Diperuntukkan bagi kendaraan yang berhenti darurat.
* Tidak digunakan untuk menarik/menderek/mendorong kendaraan.
* Tidak digunakan untuk keperluan menaikkan atau menurunkan penumpang, dan (atau) barang dan (atau) hewan.
* Tidak digunakan untuk mendahului kendaraan.
Bagi siapapun yang melanggar aturan di atas, ada sanksi berupa denda Rp 500.000 atau ancaman pidana maksimum dua bulan, sebagaimana sesuai dengan Pasal 287 ayat 1.
| Editor | : | Dida Argadea |
KOMENTAR