Selain itu, desa menyediakan alternatif transportasi yang lebih aman, seperti jip dan sepeda manual yang disewakan dengan tarif berkisar Rp 100.000 hingga Rp 300.000 tergantung jarak dan destinasi.
Tarif ini pun terus dibahas agar tetap ramah bagi wisatawan.
"Kami tidak memikirkan keuntungan, tetapi keselamatan dan keberlanjutan wisata Bromo. Jika ada solusi yang lebih baik, kami terbuka," ungkap Sunaryono mengutip Kompas.com.
Meski begitu, tantangan tetap muncul, terutama wisatawan dari arah Malang dan Pasuruan yang sering luput dari pengawasan.
Warga dan petugas pun tetap melakukan teguran secara persuasif. Sunaryono menegaskan, usulan larangan penggunaan motor matik ke Bromo sebaiknya didukung kebijakan resmi dari Pemerintah Daerah agar bisa diberlakukan secara tegas.
Selama ini, desa hanya mengandalkan imbauan dan edukasi.
Baca Juga: Sedikit yang Masih Paham, Begini Gejala Awal Rem Motor Matik Bakal Blong
"Peran pemerintah pusat dan daerah sangat penting agar langkah ini bisa berjalan efektif dan perlindungan terhadap wisatawan dapat maksimal," imbuhnya.
Pihak desa berharap, dengan dukungan kebijakan yang tegas dan kolaborasi seluruh pihak, keselamatan wisatawan di kawasan Bromo dapat lebih terjamin dan destinasi ini tetap menjadi ikon nasional yang aman dan nyaman.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Probolinggo mengimbau wisatawan yang hendak menuju kawasan Gunung Bromo agar tidak lagi menggunakan sepeda motor matic.
Imbauan ini dikeluarkan menyusul tingginya angka kecelakaan yang melibatkan motor matic di jalur wisata tersebut, bahkan hingga menyebabkan korban jiawa.
Imbauan ini resmi dikeluarkan pada liburan Idul Adha 2025, yang disampaikan lewat pemasangan banner sosialiasi bertuliskan "Jangan Sampai Liburan Berujung Petaka, Hindari Penggunaan Motor Matik di TNBTS".
| Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR