Gridoto.com - (OTW JANJIAN MAU KETEMUAN)
Cewek: Eh, OTW jam berapa?
Cowok: Nih udah mau jalan
Cewek: Eh tunggu dong, gua nge-charge mobil dulu nih dikit lagi penuh
Cowok: Oalah, gua sih bisa langsung jalan ya soalnya kan All New Yaris Cross Hybrid EV gua bisa self-recharge
Dialog ini mucul di postingan Instagram @toyotaid beberapa waktu lalu
Disertai caption, Emang beda deh kalo mobil hybrid favorit. Makanya pilih All New Yaris Cross Hybrid EV deh dari sekarang
Dalam postingan lain di akun yang sama, penekanan terhadap keunggulan mesin hybrid juga tampak
Mau beli mobil listrik cuman sayang ga sih di Indo masih jarang tempat buat ngecharge
Nah solusinya bisa beli hybrid guys, ini tuh kaya gabungan bensin dan listrik
Toyota tampaknya ngegas untuk mengkampanyekan teknologi hybrid lebih memudahkan saat ini dibanding EV.
Meski mereka punya produk EV juga di tanah air, tapi rasanya hanya sedikit pemakainya yang kesinggung kampanye ini.
Sepintas, kampanye ini hanya postingan atau konten biasa. Namun karena yang melakukannya Toyota, pemain terbesar kendaraan di Indonesia, hal ini menjadi menarik.
Baca Juga: Toyota Gencar Kampanye Hybrid, Tangkis Gencarnya Serbuan Mobil Listrik?
Sebab, publik bisa menafsirkan bebas dari apa yang mereka lakukan. Seperti hybrid mulai kalah pamor dari EV, orang-orang mulai banyak yang beralih membeli mobil listrik dan lain sebagainya.
Nyatanya, fenomena konsumen lebih menyukai EV atau mobil listrik daripada mobil hybrid bagai menemukan faktanya.
Jika melihat data penjualan mobil, sepanjang Januari-April 2025 penjualan mobil listrik berada di angka 23.952 unit, naik signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu yang hanya 7.745 unit.
Sementara, pada periode Januari-April 2025 penjualan kendaraan hybrid mencapai 18.462 unit, naik sedikit ketimbang periode yang sama tahun lalu yakni 16.692 unit.
Kalau dilihat, penjualan mobil hybrid tahun ini mulai dikalahkan oleh BEV.
Baca Juga: Mulai Ditumbangkan BEV, Penjualan Mobil Hybrid Masih Ada Harapan?
Maka, dugaan Toyota mulai terusik sehingga menggelontorkan kampanye bertema hybrid lebih mudah daripada EV tampak berkorelasi.
Lebih-lebih ketika muncul postingan viral di mana gambar sebuah Toyota Alphard HEV diberi narasi:
Waktu Anda terlalu berharga hanya untuk menunggu colokan. All New Alphard HEV. Untuk mereka yang tahu bahwa waktu tak bisa diisi ulang.
Yang jelas, postingan tersebut tak ditemui di akun Instagram resmi TAM. Namun kemunculannya, spontan 'memvulgarkan' kampanye hybrid Toyota yang dilakukan lebih soft.
Hanya dalam beberapa konten postingan, suasana masih tenang hingga muncul satu yang meledak.
Menegaskan bahwa saat ini ada perang yang tengah terjadi. Lebih dari sekadar perang produk, melainkan 'perang mindset' dari dua raksasa industri otomotif dunia di Indonesia.
Pihak-pihak yang pengusung sebuah fitur teknologi berusaha menanamkan bahwa teknologi tersebut adalah yang terbaik.
EV atau mobil listrik sudah terang-terangan mengunggulkan kelebihannya. Hemat dan punya benefit yang didapat konsumen khususnya warga Jakarta dan sekitarnya yakni bebas ganjil-genap.
Sementara Toyota nampak melakukan reaksi terhadap fenomena ini sampai muncul 'insiden' postingan Alphard Nyindir Denza D9.
Apa yang saya amati sejak pertengahan Mei lalu pun akhirnya seperti bertemu puncaknya. Meski di luar skenario Toyota.
Terlepas dari postingan viral, dalam sebuah interview dengan Gridoto, Jap Ernando Demily, Direktur Marketing PT Toyota-Astra Motor (TAM) mengungkapkan jika ia tak pernah menganggap salah satu teknologi elektrifikasi lebih baik dari lainnya.
"Pendekatan Multi-Pathway yang diimplementasikan Toyota. Masing-masing memiliki keunggulannya sendiri," jelas Ernando, 21 Mei 2025.
Diharapkan, hal tersebut bisa menjawab berbagai macam kebutuhan mobilitas masyarakat yang berbeda-beda.
Gambarannya, satu jenis kendaraan seperti EV saja tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhan mobilitas yang beragam untuk wilayah Indonesia yang luas.
Konsumen di wilayah yang belum terjangkau infrastruktur EV tentu akan lebih membutuhkan jenis kendaraan ICE atau Hybrid.
"Terutama di Indonesia ya, dengan keberagaman wilayah dan budayanya ketersediaan beberapa opsi teknologi ini rasanya malah akan bisa mempercepat adopsi kendaraan elektrifikasi yang lebih luas," ujarnya.
Penjabaran Ernando ini membuat kampanye yang dilakukan TAM terasa halus dan masih masuk radar etika. Sebelum munculnya konten heboh tadi.
Dalam kesempatan lain, saya pernah menyinggung soal perang mindset ini ke Luther T. Panjaitan, Head of Marketing, PR & Government BYD Indonesia.
Sebagai pengusung teknologi EV, ia jelas mengungkap kelebihan mobil listrik. Namun sebagai Pi-ar ulung ia realistis bahkan dengan santai mengakui kelebihan rival.
"Menurut kami kompetisi saat ini bukan hanya di sisi produksi tapi competitiveness teknologi, features dan harga atau efisiensi," bukanya 30 Mei 2025 lalu.
"Harus kita akui teknologi EV cukup menjawab dan mulai layak diterima. Walaupun di satu sisi adopsi adalah tantangannya terkait infrastructure, jaringan dan new technology acceptance"
"Mungkin bisa jadi butuh adaptasi produk perantara seperti hybrid atau PHEV. Selama berkontribusi pada industri semua stakeholders harus support," paparnya.
Tampak, kedua representasi brand sangat hati-hati bicara dan membuat suasana lebih tenang.
Perang untuk menanamkan mindset keunggulan masing-masing produk terjadi di tingkat bawah.
Meski sebenarnya bagi insan Branding atau Marketing pasti paham perang tersebut terjadi di benak atau batin konsumen.
Keyakinanlah yang mengarahkan konsumen ke merek apa mereka melangkah.
Saya sendiri melihat, kadang, di tengah pasar yang lesu, apa yang dilakukan Toyota baik APM maupun salesnya kadang memang dirasa 'perlu' untuk membangkitkan perhatian publik.
Bukan begitu?
| Editor | : | Iday |
KOMENTAR