GridOto.com - Sopir Toyota Fortuner penusuk kondektur bus Damri di SPBU Nunyai, Rajabasa, Bandar Lampung, Lampung ditetapkan tersangka.
Yakni Juriadi (55) yang telah membuang barang bukti berupa pisau di jalan tol.
Kapolresta Bandar Lampung, Kombes Pol Alfret Jacob Tilukay mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mengantongi dua alat bukti yang cukup.
"Sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Alfret dalam konferensi pers di Mapolresta Bandar Lampung, (13/2/25) menukil Kompas.com.
Meski pisau yang digunakan pelaku belum ditemukan, penyidik mengandalkan barang bukti lain untuk menetapkannya sebagai tersangka.
"Sudah ada dua alat bukti yang mencukupi, pakaian korban dan rekaman CCTV," kata Alfret.
Pelaku dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Baca Juga: Kondektur Bus Damri Ditusuk Pisau Sopir Toyota Fortuner, Lokasi di Mulut SPBU Nunyai
Sementara saat ditanya, Juriadi mengaku telah membuang pisau yang dipakai menusuk Arief Rahman (28) di jalan tol.
Pisau itu digunakan untuk menusuk Arief saat cekcok di SPBU Nunyai Rajabasa, (9/2/25) sore.
Juriadi mengaku, pisau tersebut selalu dibawanya dan disimpan di dalam mobil.
Saat keributan terjadi, ia spontan mengambil pisau itu.
"Saya buang di jalan tol," ujar Juriadi kepada wartawan di Mapolresta Bandar Lampung, (13/2/25) disitat dari Kompas.com.
Sementara menurut Alfret, pihaknya telah mengetahui lokasi pembuangan pisau dan sedang melakukan pencarian.
"Sudah (diketahui), saat ini masih dicari anggota di lapangan," kata Alfret.
Terkait peristiwa penusukan, Juriadi bersikeras tidak menyerobot antrean BBM.
Menurutnya, Ia maju karena melihat bus Damri keluar dari antrean.
"Dia keluar, kalau saya tetap antre sampai akhirnya mobil saya senggolan," kata dia.
Sebelumnya, insiden ini terjadi akibat Fortuner milik pelaku menyerempet bus Damri setelah diduga menyerobot antrean BBM.
"Pelaku tidak terima karena ditegur dan kendaraannya lecet sehingga terjadi keributan dan penusukan itu," kata Alfret.
| Editor | : | Naufal Nur Aziz Effendi |
KOMENTAR