GridOto.com - Teknik menekan tuas rem depan dengan 1 jari saat ini jadi tren.
Soalnya teknik ini dipopulerkan salah satunya melalui gelaran MotoGP.
Tapi benarkah menekan tuas rem dengan 1 jari adalah cara paling aman?
Begini kata Head Of Safety Riding PT Wahana Makmur Sejati (WMS) saat diwawancara GridOto.com.
(Baca Juga: Berapa Besar Peningkatan Tenaga yang Didapat dari Porting Polish?)
"Dalam balap MotoGP pembalap melakukan pengereman dengan 1 atau 2 jari sebelum masuk tikungan itu ada alasanya," kata Agus Sani kepada GridOto.com,
"Karena sisa jarinya digunakan untuk memutirkan throttle gas dengan cepat," tambahnya.
Hal serupa juga ditemukan saat balap motocross.
"Pembalap motocross biasanya akan melakukan pengereman dengan 2 jari karena membutuhkan reaksi cepat untuk membuka gas kembali," jelasnya.
(Baca Juga: Cara Ganti Kipas Radiator di Honda Vario Series, Begini Tahapannya)
Lain di ajang balap MotoGP dan motorcross, lain juga untuk jalan raya.
"Ketika kita menggunakan 1 jari saja untuk mengerem, jari lainnya secara enggak langsung menahan gas, hal ini paling bisa kita rasakan saat rem mendadak," jelas Agus Sani.
Kesimpulannya adalah baik menekan tuas rem depan dengan 1 jari atau 4 jari sebenarnya tergantung situasi.
Untuk balapan yang menuntut bukaan gas lebih cepat seperti MotoGP, menekan tuas depan 1 jari bisa lebih berguna.
(Baca Juga: Bikers Harus Tahu! Ini Umur Pemakaian Engine Mounting di Motor Matic)
Tapi untuk sekedar riding di lalu lintas kota, menekan tuas rem depan dengan 4 jari bisa lebih aman.
Marc Marquez saat diundang PT Astra Honda Motor ( AHM) ke Indonesia juga sempat membeberkan teknik pengereman yang ia selalu gunakan.
"Saya menekan tuas rem depan menggunakan dua jari saat pengereman. Namun setiap pembalap punya kebiasaan sendiri. Ada juga yang pakai satu atau empat jari sekaligus. Semua tergantung kebiasaan dan kenyamanan," ujar Marquez kala itu di sirkuit International Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Jadi, sebenarnya bisa disesuaikan dengan kebiasaan, kenyamanan dan juga keadaan.
Editor | : | Mohammad Nurul Hidayah |
KOMENTAR