"Dulu mah kan pakai cadas bawahnya juga, atasnya bilik," imbuh Asep.
Sementara warganya, dulu lebih banyak yang berprofesi sebagai kusir atau penarik delman.
Bahkan di sepanjang Jalan Cikopo Selatan di masa itu, dikatakan hampir setiap rumah punya kuda.
"Dulu (transportasi) yang masuk ke sini cuman delman dulu mah," kata kakek kelahiran 1955 ini.
"Hampir tiap rumah punya kuda dulu mah, saya masih inget, bapak saya juga punya kuda dua ekor," imbuhnya.
Dulu kawasan Megamendung tak seramai didatangi pengunjung seperti sekarang.
Keramaian orang-orang di masa itu, seingat Asep, masih terpusat di wilayah Kota Bogor.
Sehingga warga sekitar di masa itu yang berprofesi sebagai penarik delman pun pergi ke Kota Bogor setiap pagi.
"Kuda dijadikan delman untuk narik penumpang, tapi nariknya bukan di sini, tapi ke Bogor, Kota Bogor, karena belum rame di sini," kata Asep.
Baca Juga: Mobil-Motor Dilarang Lewat Puncak Bogor Saat Malam Tahun Baru, Sebagian Jalur Alternatif Disekat
Namun kondisi sekarang di tahun 2025 ini, kondisinya sudah jauh berubah.
Banyak warga sekitar kini bekerja di dekat tempat tinggalnya di tempat-tempat wisata, cafe, hingga vila-vila yang semakin banyak bermunculan di kawasan Megamendung Puncak Bogor ini.
"Sekarang mah rame, banyak pariwisata di sini, yang bikin pariwisata aja masih ada, apalagi sekarang banyak tempat ngopi (cafe)," kata Asep.
Imbasnya, akses Jalan Cikopo Selatan pun kini ramai oleh kendaraan wisatawan dari motor, mobil pribadi hingga bus pariwisata berukuran besar.
Bahkan terkadang kemacetan juga terjadi seperti pada momen di hari libur ketika wisatawan ramai berkunjung ke Puncak Bogor.