Sementara untuk parkir off-street, atau parkir di luar badan jalan seperti di gedung mal dan area perkantoran, penerapannya masih belum dilakukan.
"Walaupun SK Dirjennya sudah ada, kenapa belum diberlakukan? Karena mesin parkir off-street ini kebanyakan sudah menggunakan sistem time-based server," ujar Rio.
"Jadi, waktunya itu mengikuti waktu di server. Misalnya, kalau di server menunjukkan pukul 12.30, maka waktu di klien juga harus 12.30," lanjutnya.
Rio menjelaskan, untuk memeriksa hal tersebut Direktorat Metrologi memiliki dua metode.
Metode pertama menggunakan stopwatch dan metode kedua menggunakan alat bernama timebox datalogger.
"Untuk yang stopwatch sebenarnya bisa, tapi secara teknis belum pasti. Maksudnya begini, kalau mau melakukan itu, harus dilakukan sinkronisasi dengan server. Jadi, waktu di server 12.30, maka di klien juga harus 12.30. Itu harus benar-benar sinkron," beber Rio.
Baca Juga: Tenaga Manusia Tersingkir, Parkiran di Jakarta Akan Diwajibkan Cashless
"Sedangkan stopwatch saya rasa belum bisa sampai ke tahap tersebut, sehingga perlu metode kedua, yaitu timebox datalogger," jelasnya.
Namun, hingga kini alat timebox datalogger tersebut belum tersedia. Karena itu, untuk tera ulang di parkir off-street masih dikaji ulang oleh pihak terkait.
"Kalau yang on-street, seperti di kawasan Sabang, itu wajib dilakukan. Karena sistemnya stand-alone, berdiri sendiri, jadi waktunya bisa diukur langsung. Kita memasukkan input waktu sendiri, jadi lebih mudah dihitung," kata Rio.
"Sedangkan di lokasi off-street, seperti di area parkir dengan beberapa pintu masuk dan keluar, perhitungannya jadi lebih rumit," ujarnya.
"Waktu di pintu masuk dan keluar harus sama, sehingga sulit melakukan pengukuran manual. Karena itu, dibutuhkan alat timebox datalogger tadi untuk memastikan ketepatan waktunya," kata Rio.