Menurut Sosiolog, Ini Alasan Kasus Geng Motor Belum Bisa Diatasi

Rizky Septian - Selasa, 26 Desember 2017 | 15:13 WIB

Pelaku penjarahan toko pakaian geng motor Jepang singkatan dari Jembatan Mampang yang bermarkas di J (Rizky Septian - )

Kedua, kurang perhatian dari orangtua.

Merupakan fakta bahwa orang tua para geng motor dari kalangan masyarakat bawah.

(BACA JUGA: Valentino Rossi Katakan Semua Orang Harus Belajar Dari Dovizioso)

Mereka bukan hanya kurang pendidikan, tetapi pada umumnya miskin, sehingga tidak mampu mendidik dan menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan yang tinggi.

"Dampaknya, para geng motor setelah besar, merasa tidak mendapat perhatian dari orangtua. Sejatinya, orang tua mereka bukannya tidak memberi perhatian pada anak, tetapi tidak tahu caranya dan tidak punya kemampuan ekonomi untuk menyekolahkan mereka di perguruan tinggi," sambung Umar.

Ketiga, kurang pekerjaan alias pengangguran.

Konsekuensi logis kalau tidak mempunyai pendidikan yang memadai dan tidak memiliki kepakaran, dan tidak ada yang mengajak, membimbing dan mengajari bisnis, maka pasti menganggur.

"Kalau menganggur dan bergerombol tiap hari, maka potensi melakukan tindakan kriminal terbuka lebar karena tuntutan perut. Itulah yang dialami geng motor," lanjutnya.

Keempat, kurang perhatian lingkungan.

Para geng motor telah menjadi musuh bagi masyarakat karena ulah mereka, masyarakat jadi benci dan menjauhi mereka.