GridOto.com - Pajak kendaraan kita di Indonesia diketawain warga negara tetangga, Malaysia.
Ternyata perbandingan pajak kendaraan di Indonesia dan Malaysia terpaut selisih sangat banyak.
Pajak kendaraan di Malaysia terpantau lebih murah berkali-lipat dibanding di Indonesia.
Sebagai contoh, Toyota Avanza yang diproduksi di Indonesia bisa terkena pajak tahunan hingga Rp 5 juta.
Sebaliknya, ketika model yang sama masuk ke Malaysia sebagai produk impor, tarif pajaknya justru jauh lebih rendah, tidak sampai Rp 1 juta.
"Di Thailand malah lebih rendah lagi, sekitar Rp 150 ribu," kata Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo, Kukuh Kumara di Jakarta, (25/8/25) mengutip Kompas.com.
Ia menyampaikan struktur pajak di dalam negeri terbilang paling tinggi di kawasan, bahkan bisa beberapa kali lipat dibandingkan Malaysia.
Baca Juga: Bikin Iri, Ini Sebab Pajak Toyota Avanza di Malaysia dan Thailand Cuma Rp 150 Sampai 500 Ribu
"Sekian tahun yang lalu saya ditanya oleh perwakilan US Automotive Council. Mereka bilang pajak kamu paling tinggi di dunia. Saat dicek, ternyata memang begitu, saya tidak bisa berkata apa-apa," ujar Kukuh.
Lalu, apa saja instrumen perpajakan yang membuat biaya kepemilikan kendaraan di Indonesia jauh lebih tinggi?
Setiap pembelian mobil baru di Indonesia langsung dibebani dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen (tanpa insentif).
Pajak ini otomatis menaikkan harga kendaraan sejak awal.
Tak berhenti di sana, pemerintah juga masih menambahkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang tarifnya bervariasi, terutama untuk mobil dengan kapasitas mesin besar atau dianggap mewah.
Selain pungutan pusat, ada pula pajak daerah yang menambah panjang daftar beban konsumen.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) misalnya, bisa mencapai 12,5 persen di DKI Jakarta.
Baca Juga: Semua Baru Sadar, Ternyata Pajak Kendaraan di Indonesia Paling Mahal Sedunia
Padahal, pungutan serupa tidak ditemukan di Malaysia maupun Thailand.
Tak hanya itu, setiap tahun pemilik mobil di Indonesia wajib membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang besarannya dihitung berdasarkan nilai jual kendaraan.
Ditambah lagi adanya kewajiban Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) yang dikelola PT Jasa Raharja, serta biaya administrasi untuk penerbitan STNK dan pelat nomor yang muncul setiap lima tahun sekali.
Struktur pajak berlapis ini menyebabkan porsi pajak dapat menyumbang hingga hampir 40 persen dari harga jual mobil.
Berbeda dengan Malaysia yang hanya menerapkan kombinasi PPN sebesar 6 persen ditambah cukai tertentu untuk model tertentu, tanpa adanya beban tambahan seperti BBNKB.
Peneliti Senior LPEM FEB UI, Riyanto, menegaskan perbedaan ini membuat Indonesia sulit bersaing dalam hal harga kendaraan.
"Kalau di Indonesia, pajak itu kira-kira 40 persen. Di Thailand, sekitar 32 persen. Ditambah BBNKB 12,5 persen yang hanya ada di sini," terangnya disitat dari Kompas.com.
Baca Juga: GAIKINDO Bahagia Pajak CBU Mobil Listrik Berakhir, Ini Alasannya
"Sehingga, kalau mau kompetitif dengan Thailand, perlu ada pengorbanan," kata dia dalam kesempatan terpisah.
"Sulit bagi kita menurunkan harga mobil kalau pajaknya masih setinggi sekarang,” ucapnya.
Kebijakan pajak memang tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan negara dan daerah untuk menghimpun penerimaan.
Landasan hukumnya juga jelas, mulai dari UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hingga UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
Namun, perbandingan dengan Malaysia dan Thailand memperlihatkan adanya selisih besar yang langsung terasa oleh konsumen maupun industri otomotif.
| Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR