GridOto.com - Berbeda dengan helm full face pada umumnya, helm khusus motor trail punya desain yang lebih mancung di area mulut.
Makanya helm trail juga sering disebut sebagai helm cakil orang banyak orang Indonesia.
Hal itu merujuk kepada salah satu tokoh pewayangan bernama Cakil, yang memang punya bagian rahang yang maju ke depan.
Lantas kira-kira kenapa ya kok helm motor trail dibuat begitu desainnya?
Ternyata bukan tanpa sebab, alasan bagian pelindung mulut di helm motor trail dibuat maju ini adalah untuk kenyamanan dan keselamatan pemakainya.
Tepatnya agar terdapat lebih banyak ruang untuk sirkulasi udara, mengingat motor trail identik dengan penggunaan yang menguras tenaga.
"Karena penggunaan motor trail medannya cukup menantang, pastinya sangat menguras tenaga, dengan begitu pengguna jadi lebih sering menghirup dan membuang napas," terang Imas Prayogo, yang saat diwawancara GridOto.com beberapa waktu lalu menjabat Kepala Toko Prime Gears, Distributor Helm Arai (Cargloss Group).
Selain untuk mengoptimalkan sirkulasi udara, desain moncong yang panjang di helm cakil juga untuk melindungi dagu serta mulut dan gigi pemakainya.
Maklum saja, motor trail merupakan motor yang biasa dipakai kompetisi di medan yang ekstrim sehingga risiko terjadi crash dan benturan akan lebih besar.
Baca Juga: Mau Jadi Motovlogger? Perhatikan Ini Sebelum Pasang Action Cam di Helm
Selain desain moncongnya yang panjang, helm motor trail juga didesain tanpa visor.
Sebagai pelindung mata, pemakainya harus melengkapinya dengan goggle alias kacamata pelindung khusus dibuat untuk helm jenis ini.
Kalau untuk hal ini, alasannya lebih ke soal kepraktisan.
Bayangkan saja misalnya saat dipakai adventure atau trabasan dan harus melahap trek berlumpur sehingga banyak tanah yang terciprat ke helm.
Dengan goggle pemakainya tinggal melepas goggle, bersihkan atau cuci dengan air, tinggal pakai lagi dan langsung lanjut gas.
Kalau pakai visor bakal repot karena harus buka helm dulu, lalu lepas visor untuk membersihkannya, dan harus pasang lagi, dan pakai helm lagi, ribet kan?
| Editor | : | Dida Argadea |
KOMENTAR