Penjualan Mobil PHEV di Indonesia Naik-Turun, Juni Jadi Bulan Tertinggi

Wisnu Andebar - Senin, 10 November 2025 | 15:40 WIB

Jaecoo J7 SHS (Super Hybrid System) jadi salah satu penyumpang terbesar penjualan mobil PHEV di Indonesia (Wisnu Andebar - )

GridOto.com - Penjualan mobil berteknologi Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) di Indonesia menunjukkan tren yang fluktuatif dalam lima bulan terakhir.

Berdasarkan data wholesales Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), volume penjualan PHEV pada periode Mei hingga September 2025 tercatat naik-turun cukup signifikan.

Pada Mei 2025, penjualan PHEV tercatat sebanyak 413 unit, sebelum melonjak tajam menjadi 1.237 unit pada Juni 2025, angka tertinggi sepanjang tahun.

Namun setelah itu, penjualan kembali menurun di Juli menjadi 347 unit, lalu meningkat lagi pada Agustus dengan 686 unit, dan sedikit melemah di September menjadi 542 unit.

Secara kumulatif, sepanjang Januari hingga September 2025 total penjualan PHEV di Indonesia mencapai 3.316 unit.

Dari jumlah tersebut, model-model di bawah naungan Chery Group mendominasi pasar.

Chery Tiggo 8 CSH FWD menjadi penyumbang terbesar dengan 2.441 unit, disusul Jaecoo J7 SHS 4x2 Turbo sebanyak 502 unit, dan Chery Tiggo 9 CSH FWD sebesar 123 unit.

Ketua Harian Gaikindo, Anton Kemal Tasli, menilai tren PHEV yang mulai berkembang di Indonesia merupakan sinyal perubahan arah minat konsumen terhadap kendaraan elektrifikasi.

Menurutnya, keterbatasan pada mobil listrik murni (Battery Electric Vehicle/BEV) menjadi salah satu faktor pendorong.

Baca Juga: Wuling Darion EV dan PHEV, Sama-Sama Punya Fitur Serba Praktis

“Dengan segala keterbatasan BEV, pasti orang mulai beralih, dan itu pasti akan saturated ya,” ujar Anton saat ditemui GridOto.com di kantor Gaikindo, belum lama ini.

Anton mencontohkan, kondisi serupa sebelumnya sudah lebih dulu terjadi di pasar otomotif China.

“Kemarin waktu kami ke China, tahun lalu, kami ketemu sama CAAM (China Association of Automobile Manufacturers), mereka juga bilang BEV ada batasnya. Terus perkembangan teknologi mereka itu ke plug-in hybrid,” jelasnya.

Ia menambahkan, sejumlah tantangan seperti infrastruktur pengisian daya, waktu pengisian baterai, dan jarak tempuh masih menjadi kendala utama dalam adopsi BEV di berbagai negara.

“Jadi perkembangan ke plug-in hybrid karena jarak bisa jauh, kadang-kadang masih bisa isi bensin kalau diperlukan,” pungkas Anton.