Bronto mengatakan, kedua tersangka baru membeli BBM olahan sebanyak 18.000 liter dari seseorang inisial DH di wilayah Jakarta satu kali.
Namun, BBM olahan itu warnanya lebih pekat dari Pertamax yang diperoleh dari PT Pertamina.
Sehingga, lanjut Bronto, kedua tersangka memesan BBM jenis Pertamax dari PT Pertamina Patra Niaga sebanyak 8.000 liter.
"Dengan tujuan untuk menyamakan warna seperti warna BBM jenis Pertamax dari Pertamina Patra Niaga, sehingga dapat dipasarkan atau dijual kembali," ujar Bronto.
Namun, aksinya terungkap setelah pengendara motor usai mengisi BBM jenis Pertamax di SPBU Ciceri mengeluhkan motor brebet.
Polisi pun melakukan penyelidikan dan diketahui bahwa pengelola melakukan kecurangan untuk mendapatkan keuntungan.
Baca Juga: Kerap Mengecoh, Ini Alasan Harga Pertamax Cs Bisa Murah dan Mahal Mendadak
Kecurangan itu terungkap setelah penyidik menerima hasil uji laboratorium PT Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara, pada 5 April 2025.
Hasilnya menyatakan final boiling point (FBP) atau temperatur titik didih dari sampel yang diambil di atas ambang batas maksimal, yakni 218,5 derajat Celsius.
"BBM dari Pertamina titik didihnya 215 derajat Celsius. Sementara dari BBM oplosan itu 218,5 derajat," kata Bronto.
Sebagai barang bukti, sebanyak 28.434 liter BBM yang ada di tangki timbun jenis Pertamax diamankan.
Sebelumnya diketahui, SPBU 34.421.13 mendapatkan BBM olahan dari daerah Jakarta sebanyak 16.000 liter, lalu dioplos menggunakan 8.000 liter Pertamax.
Polisi telah menetapkan dua orang tersangka, yakni NS (53) selaku pengawas dan ASW (40) sebagai Manajer Operasional SPBU.
Keduanya dijerat Pasal 54 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, junto Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp 60 miliar.