GridOto.com - Seorang anggota Polisi bernama Brigadir Anton Kurniawan Stiyanto menjadi terdakwa kasus penembakan dan pencurian di Kalimantan Tengah.
Sebelum membunuh korbannya, Ia memanfaatkan aplikasi E-Tilang untuk memalak pengemudi mobil.
Hal itu diungkapkan oleh pengacara Anton, Suriansyah Halim, sesaat usai menghadiri sidang perdana dalam agenda pembacaan dakwaan kasus itu di Pengadilan Negeri Palangka Raya, (6/4/24).
Halim membantah kliennya melakukan tindak kejahatan dengan motif ingin mencuri mobil.
Kata dia, Anton pada awalnya hanya ingin memanfaatkan aplikasi E-Tilang yang bisa diaksesnya karena pernah bertugas di Satlantas Polresta Palangka Raya untuk memalak orang yang mengemudikan kendaraan tak sesuai ketentuan (surat menyurat tak lengkap).
"Tujuan mereka dari awal ingin mencari mobil yang tidak sesuai dengan spesifikasi aplikasi E-Tilang, bukan untuk mencuri," ucap Halim kepada wartawan dikutip dari Kompas.com.
Halim menjelaskan pihaknya tidak menyetujui sebagian dakwaan yang disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) tersebut.
Baca Juga: Diduga Perkara Senggolan Motor, Nyawa Pelajar SMK Melayang Didor Polisi
Oleh itu, dia menanti sidang pembuktian yang digelar pekan depan.
"Motif awal dalam dakwaan jaksa tadi kan bahwa mereka punya niat mencuri mobil, padahal dari awal klien saya itu hanya ingin mencari uang receh (memalak pengendara) pakai aplikasi E-Tilang," ucapnya.
Dia menjelaskan, alasan kenapa akhirnya mobil itu dijual setelah Brigadir Anton menembak mati sopir ekspedisi yang mengemudikannya, semata-mata untuk menghilangkan barang bukti.
"Seseorang yang melakukan kesalahan pasti semua barang bukti akan mereka pikirkan untuk dihilangkan, supaya kejahatan itu tidak diketahui," ujar dia.
Niat mencuri mobil kemudian menjualnya itu, lanjut Halim, bukan rencana awal yang dijalankan oleh Brigadir Anton sebelum kejadian pembunuhan sopir ekspedisi Budiman Arisandi.
Melainkan setelah terjadinya penembakan itu.
"Jadi dari niat awal untuk melakukan pencurian itu tidak ada," dalih sang pengacara.
Baca Juga: Daihatsu Terios Ngandang di Polres, Terlibat Kasus Lenyapnya Uang Pengisian ATM Rp 5,6 Miliar
Halim menyebut pihaknya mempertimbangkan untuk menghadirkan saksi terkait yang dapat meringankan dakwaan AK.
Dari sidang tersebut, Anton didakwa pasal 365 KUHP, Pasal 339 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 181 KUHP, dan Pasal 55 KUHP.
"Kalau terkait saksi kami pertimbangkan, yang pasti nanti bakal dihadirkan saksi dari JPU," pungkasnya.
Seperti diketahui, kasus pencurian dengan kekerasan (curas) dilakukan oleh Brigadir Anton, oknum polisi dari Satuan Samapta Bhayangkara (Sabhara) Polresta Palangka Raya ini berawal dari niat tersangka untuk memalak sopir-sopir yang mengemudikan mobil tanpa surat-menyurat alias mobil bodong.
"Anton dan Haryono, tersangka lainnya, berkeliling di dalam kota, lalu melanjutkan perjalanan ke luar kota, arah Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Saat sampai di daerah Jalan Trans Kalimantan, tepatnya di jalan layang Tumbang Nusa," ujar Halim beberapa waktu sebelumnya.
Setelah itu, keduanya sampai di Palangka Raya pada siang hari. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan ke Kasongan, Kabupaten Katingan.
Sambil berjalan, mereka mengecek mobil-mobil yang mencurigakan.
Baca Juga: Terbongkar, Ini Alasan Oknum Polisi dan Ojol Rampok Uang Rp 2,5 Miliar Dari Mobil Pengisian ATM
"Sampai di Km 38, Pos Lantas, lewat Km 39, mereka menemukan mobil pikap yang parkir di pinggir jalan. Mereka cek lagi mobil pikap itu, menurut aplikasi ada ketidakcocokan warna antara mobil yang di aplikasi dan yang ada berbeda," ujar dia.
Mereka kemudian menghampiri pengemudi mobil tersebut untuk menanyakannya.
Saat itu, Anton menggunakan pakaian bebas, tidak menggunakan pakaian dinas.
Anton kemudian menemui sopir pikap tersebut.
"Dia ketok pintu kaca, dibuka oleh sopir setengah. Si sopir itu, karena bangun tidur atau seperti apa, jawabannya agak keras," ujar dia.
Anton kemudian menanyakan sopir pikap, yang belakangan merupakan Budiman Arisandi itu, untuk mengecek surat-menyurat kendaraan.
Namun, sopir itu tidak percaya bahwa Anton adalah orang kepolisian.
Baca Juga: Buntut 3 Oknum Polisi Banting Sopir Toyota Calya di Ambon, Jabatan Wakapolsek Dilucuti
Akhirnya, Anton kembali ke mobilnya, namun diikuti oleh Budiman Arisandi.
"Mereka berdebat lagi. Anton kan awalnya duduk di samping driver. Heri memindahkan senjata api (senpi) dari depan ke belakang, lalu dia bilang masuk saja (ke mobil), jangan ribut di pinggir jalan. Akhirnya mereka masuk, Anton masuk ke tengah, si korban masuk ke depan," ujar dia.
Namun, baru saja pintu mobil ditutup, lanjut Halim, Haryono langsung menjalankan mobilnya.
Anton kemudian mempertanyakan kenapa mobil langsung dijalankan. Ketiganya kemudian berdebat selama di dalam mobil.
"Mereka tetap berdebat, akhirnya keluarlah kalimat bahwa kedua tersangka menyatakan mereka dari Polda Kalteng. Itu dikatakan Anton maupun Heri. Ujung-ujungnya, sopir bertanya, mana surat perintah. Saat dia tanya surat perintah, tapi tidak ada, lalu ada perdebatan. Karena Anton emosi, melihat di samping ada senpi, itu yang diambil Anton," ujar dia.
Kemudian, kata Halim, Anton menembakkan senpi itu ke kepala Budiman Arisandi dua kali.
Posisi tembakan di bagian atas dan belakang kepala korban.
"Jadi posisinya dia emosi, dalam pengaruh sabu-sabu, lalu makin emosi karena terpancing lagi debat, akhirnya ketembaklah dua kali," ucapnya.