GridOto.com- Penjualan mobil listrik (battery electric vehicle, BEV) mengalami kenaikan signifikan dalam 2 tahun terakhir.
Presiden Direktur BYD Indonesia, Eagle Zhao mengungkapkan dalam media gathering beberapa waktu lalu di Sentul.
“Dua tahun lalu, penjualan mobil EV hanya 2 persen (dari total penjualan nasional), pada 2024 mengalami peningkatan menjadi 4 persen,” ungkap Eagle Zhao.
Zhao menambahkan, pada tahun ini pada periode Januari hingga November 2025, market share mobil listrik berada di kisaran 12 persen dari total penjualan nasional.
“Jadi ada kenaikan sekitar 4 kali lipat dalam 2 tahun,” ungkapnya.
Apa yang diungkapkan Zhao sejalan dengan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO).
Periode Januari hingga Desember 2023, penjualan BEV mencapai angka 15.318 unit.
Tahun berikutnya melonjak menjadi 43.188 unit atau ada kenaikan 280 persen dari tahun sebelumnya.
Pada periode Januari hingga November 2025 ini berdasarkan olahan dari berbagai sumber diperkirakan berada di angka 82,4 ribu unit.
Baca Juga: Penjualan Melejit, BYD Jadi Kekuatan Baru di Pasar Mobil Indonesia
Zhao mengungkapkan kenaikan ini menggambarkan respon yang sangat baik dari konsumen Indonesia terhadap adopsi teknologi kendaraan listrik.
Bagi Sebagian menganggap tahun ini sebagai bulan madu penjualan mobil listrik, lantaran diuntungkan oleh regulasi pemerintah.
Dalam skema insentif dimaksud tersebut diatur dalam Permeninvest No 6/2023. Dengan aturan di atas bea impor mobil listrik sebesar 50 persen menjadi 0 persen.
Begitu juga dengan PPnBM yang seharusnya dikenakan 15 persen menjadi 0 persen. Artinya dari angka itu saja mobil listrik impor sudah mendapatkan keuntungan sebesar 65 persen dari pajak normatif.
Ketua I GAIKINDO Jongkie Sugiarto menyebut pertumbuhan penjualan mobil nasional sangat terbantu oleh kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun pembebasan bea masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) impor completely built up (CBU) dari pemerintah.
“Insentif ini berdampak pada penurunan harga jual mobil listrik di Indonesia,” katanya.
Kebijakan insentif ini akan berakhir Desember 2025. Sehingga kemudahan dan fasilitas pajak tidak akan diberikan bagi pelaku industri yang masih impor kendaraan.
Dirjen Ilmate Kemenperin, Setia Diarta mengungkapkan kebijakan ini masih bisa didapat apabila produsen memenuhi unsur Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sesuai dengan aturan.
“Mereka (Produsen) harus memiliki komitmen untuk berinvestasi di dalam negeri,” ungkap Setia Diarta.
Jika tidak memenuhi standar itu, bukan tidak mungkin harga EV tahun depan akan mengalami kenaikan dan tentu akan mempengaruhi aspek penjualan.
Kita lihat apakah produsen mobil listrik punya strategi untuk mempertahankan kondisi ini.
| Editor | : | Hendra |
KOMENTAR