Ketua Harian GAIKINDO, Anton Kemal Tasli, menilai geliat penjualan PHEV ini sejalan dengan dinamika global, di mana pasar mobil listrik murni (Battery Electric Vehicle atau BEV) mulai memasuki titik jenuh.
“Dengan segala keterbatasan BEV, pasti orang mulai beralih, dan itu pasti akan saturated ya,” ujarnya kepada GridOto.com di Jakarta belum lama ini.
Anton menjelaskan, keterbatasan yang dimaksud meliputi infrastruktur pengisian daya, waktu pengisian baterai yang lama, serta jarak tempuh yang terbatas.
Faktor-faktor tersebut, kata dia, juga menjadi alasan utama mengapa pasar BEV di China kini mulai bergeser ke teknologi PHEV.
“Waktu kami ke China tahun lalu dan bertemu CAAM (China Association of Automobile Manufacturers), mereka juga bilang BEV ada batasnya. Perkembangannya sekarang ke plug-in hybrid dan teknologi lain,” jelasnya.
Fenomena serupa juga terlihat di Eropa, yang mana menurut Staf Khusus GAIKINDO, Stefanus Sutomo, pergerakan penjualan kendaraan listrik di benua biru menunjukkan tren penurunan untuk BEV, sementara penjualan hybrid meningkat.
“Di Eropa BEV-nya sudah mulai turun, sementara hybrid-nya naik,” ujarnya.
Meski begitu, Sekretaris Umum GAIKINDO, Kukuh Kumara, menilai masih terlalu dini untuk memprediksi kapan titik jenuh BEV akan terjadi di Indonesia.
“Data kita terlalu sedikit untuk bisa memproyeksikan itu. Masih terlalu awal,” katanya.
Kukuh menambahkan, kehadiran mobil listrik saat ini justru membuka ceruk pasar baru, bukan merebut pasar yang sudah ada.
“Sebenarnya kalau ngomong sama beberapa merek yang menjual EV sekarang, itu ceruk baru, bukannya ngambil pasar yang sudah ada,” ungkapnya.
Ia juga melihat pasar hybrid konvensional masih akan tetap kuat dalam beberapa tahun mendatang.
“Tiga sampai lima tahun ke depan masih di hybrid, cukup stabil ya,” tutup Kukuh.
| Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR