GridOto.com- Fenomena mobil Cina harga murah ternyata bukan kejadian baru.
Di GIIAS 2025, harga mobil listrik Cina seperti BYD Atto 1 sebagai game changer.
Fenomena harga murah ini diikuti oleh pemain Cina lainnya seperti Wuling yang menurunkan harga jual produknya.
Berdasarkan sejarah dunia otomotif ternyata kompetisi dengan menawarkan harga murah kejadian yang berulang sejak lebih 100 tahun lalu.
Pengamat Otomotif Yannes Martinus Pasaribu mengungkapkan penetrasi pasar yang baru ditandai dengan satu kata kunci business model.
"Harga murah," jelas Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB.
Ia mencatat paling tidak ada 4 periode dimana harga murah sebagai cara untuk mengambil segmen pasar bawah sambil bangun brand equity.
Periode pertama, revolusi T Ford di tahun 1908 hingga 1920an.
Pada periode ini merujuk pada perubahan besar dalam industri otomotif disebabkan produksi massal mobil Model T oleh Ford Motor Company.
Ford berhasil menurunkan biaya produksi dan harga jual murah, membuatnya terjangkau bagi masyarakat umum.
Baca Juga: Fenomena Perang Harga Bikin Gaikindo Angkat Bicara, Ini Katanya
Dengan harga murah ini mengubah cara orang Amerika bepergian.
Namun dalam perjalanannya, seiring dengan pembangunan infrastruktur yang bagus lebar.
"Amerika membangun kendaraan dengan kapasitas besar dan itu menjadi tidak efisien," kata Yannes.
Periode kedua, Era Eropa di kisaran tahun 1960-1980.
Ketika kendaraan yang diproduksi pabrikan Amerika tidak lagi kompetitif, Eropa mengubah paradigma dan strategi pasar.
"Dengan inovasi desain rasional compact dan aerodinamik pada merek VW sehingga menghasilkan produk dengan harga yang lebih murah," jelasnya.
Dengan rekayasa teknologi tersebut, pasar otomotif Amerika terdisrupsi oleh rekayasa yang dilakukan produsen Eropa.
Periode ketiga, Supremasi Jepang di era 1970-1990.
Di periode ini, produsen Jepang melakukan rekayasa teknologi dengan melakukan lean manufacturing yakni pendekatan manajemen produksi bertujuan memaksimalkan value bagi pelanggan serta meinimalkan pemborosan pada proses produksi.
"Dengan pendekatan ini, mobil Jepang ketika itu masuk dengan harga lebih murah di banding mobil Eropa," jelas Yannes.
Terlebih pada 1973 ada krisis energi, dimana produsen fokus pada mobil irit.
Maka, produsen Jepang masuk dengan strategi harga murah untuk penetrasi pasar.
Kini, di era hegemoni Cina (2010 hingga saat ini), mereka melakukan elektrifikasi dan integrasi digital.
Dengan rekayasa digital yang dilakukan pabrikan Cina ini menurut Yannes, biaya produksi menjadi lebih efisien.
"Inovasi pada desain, teknologi dan produksi dilakukan memghasilkan harga yang murah," jelasnya.
Jadi menurutnya, harga murah ini menjadi bagian dari strategi 'pemain baru' untuk melakukan penetrasi pasar.
Hal tersebut dilakukan melalui inovasi manufaktur sebagai pengubah paradigma pasar melalui optimalisasi efisiensi dan adaptasi berkelanjutan.
| Editor | : | Hendra |
KOMENTAR