GridOto.com - Di dunia balap motor road race Indonesia tahun 90an akhir, knalpot ‘Udang’ merajai road race Tanah Air.
Dengan perut knalpot yang melingkar ala motor trail dan suara garing yang khas, knalpot tersebut banyak terpasang di banyak motor kala itu, seperti di F1-ZR milik tim Yamaha Pertamina.
Sayangnya popularitas knalpot udang seakan sirna setelah munculnya knalpot kolong dengan silencer yang mendongak ke atas.
Knalpot ini kerap disebut sebagai knalpot ‘Kalajengking.’
Baca Juga: Pasang Knalpot Racing? Jangan Sepelekan Peran Bracket Tambahan
Lantas, apa ya alasan knalpot udang kok jadi punah ‘dimakan’ Kalajengking?
Yulia Setiawan alias Wawan, punggawa bengkel spesialis knalpot Wawan Racing Concept (WRC), mengatakan, knalpot udang punya beberapa kelemahan dibandingkan knalpot kalajengking.
“Motor yang pakai knalpot udang itu lebih susah untuk dicari settingannya,” jelas Wawan kepada GridOto.com (19/4/2020).
Selain itu, bentuk expansion chamber atau perut knalpot udang yang lebih besar dan ‘meliuk’ membuat mesin bertenaga di rpm atas, namun loyo di putaran bawah.
“Sedangkan knalpot kalajengking powernya udah terasa dari bawah, karena gasnya lebih lancar terbuang” imbuh Wawan.
Baca Juga: Knalpot Bahan Stainless Steel Menguning? Ternyata Ini Biang Keladinya
Karakter tersebut membuat knalpot kalajengking lebih cocok digunakan di sirkuit dadakan atau ‘pasar senggol’ yang memenuhi kalender balap road race Tanah Air saat itu.
Layout sirkuit dadakan yang sering dipenuhi tikungan hairpin dan lintasan lurus yang pendek, membuat motor dengan knalpot kalajengking lebih unggul karena dapat berakselerasi lebih cepat.
“Makanya sekarang nyaris 90 persen motor road race 2-tak pakai knalpot kolongan seperti knalpot kalajengking itu,” tutup Wawan.
Editor | : | Dida Argadea |
KOMENTAR