Ada beberapa alasan utama mengapa izin dan standar teknis menjadi keharusan, antara lain polisi tidur yang terlalu tinggi atau curam berisiko menyebabkan kecelakaan, terutama bagi pengendara motor dan kendaraan darurat.
Selain itu jalan umum diperuntukkan bagi kepentingan lalu lintas secara luas, bukan hanya untuk kepentingan lingkungan tertentu. Pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat (1) UU LLAJ tidak hanya berhenti pada teguran.
Dalam ketentuan sanksinya, pelaku dapat dikenai pidana atau denda sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut.
"Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan," bunyi pasal tersebut.
Larangan ini mencakup perbuatan yang merusak struktur jalan atau mengganggu fungsinya sebagai sarana lalu lintas, dengan ancaman pidana penjara hingga 1 tahun atau denda maksimal Rp 24 juta bagi pelanggarnya.
Baca Juga: Polisi Tidur Viral di Klaten Akhirnya Dihancurkan, Ternyata Begini Asal-usulnya
Pembangunan polisi tidur tidak boleh dilakukan sembarangan oleh masyarakat dan diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2021.
Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa ada pihak-pihak yang memiliki kewenangan untuk membuat pembatas kecepatan.
Seperti Direktur Jenderal untuk jalan nasional di luar Jabodetabek Kepala Badan untuk jalan nasional di wilayah Jabodetabek Gubernur untuk jalan provinsi Bupati untuk jalan kabupaten dan jalan desa Wali kota untuk jalan kota Dengan demikian, masyarakat tidak bisa serta-merta membangun polisi tidur di jalan umum, sekalipun dengan alasan keamanan lingkungan.