GridOto.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI (ESDM) menyatakan 60 persen SPBU di negara China sudah tutup.
Disebutkan, penutupan itu akibat pesatnya adopsi kendaraan listrik (EV).
Tentu pernyataan tersebut memunculkan berbagai pertanyaan mengenai masa depan bisnis BBM di Indonesia, terutama PT Pertamina (Persero) yang langsung membela diri.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung mengungkapkan proses adopsi kendaraan listrik di China telah mencapai 50 persen, yang berimplikasi pada penutupan SPBU di negara tersebut.
"Mereka (China) sudah 50 persen menggunakan baterai. Kalau kita lihat dari SPBU yang ada di China, tutupnya sudah lebih dari 60 persen," kata Yuliot, (14/9/25) melansir Kompas.com.
Menanggapi pernyataan tersebut, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, menjelaskan situasi di China tidak bisa dijadikan acuan langsung untuk Indonesia.
Setiap negara memiliki karakteristik dan kebutuhan energi yang berbeda.
Baca Juga: Pertamina, Shell, Vivo dan BP Dipanggil ESDM, Hasil Pertemuan SPBU Swasta Mesti Nurut Arahan Bahlil
"Pertamina terus memantau tren kebutuhan energi masyarakat, termasuk perkembangan kendaraan listrik. Tapi, setiap negara memiliki kondisi yang berbeda," jelas Roberth saat dihubungi, (16/9/25).
"Di Indonesia, BBM masih menjadi kebutuhan utama masyarakat, baik untuk transportasi darat, laut, maupun udara," lanjutnya.
Roberth menegaskan Pertamina tidak berdiam diri dalam menghadapi perubahan yang terjadi.
Perusahaan migas pelat merah ini tengah mempersiapkan strategi agar tetap relevan di tengah perubahan pola konsumsi energi.
"Pertamina meyakini bisnis BBM masih akan relevan dalam jangka menengah. Di saat yang sama, Pertamina juga melakukan diversifikasi usaha dengan mengembangkan energi bersih dan rendah emisi," ungkap Roberth.
"Dengan begitu, layanan BBM dan energi baru dapat berjalan beriringan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin beragam," tambahnya.
Terkait dengan kondisi di China yang dijadikan contoh oleh Kementerian ESDM, Roberth menyatakan Pertamina tetap menjadikannya sebagai bahan pembelajaran.
Baca Juga: Ini Perbandingan Jumlah Mobil Listrik dan Pertumbuhan Infrastruktur Pengisiannya
Namun, strategi transisi energi harus disesuaikan dengan kondisi domestik.
"Pertamina memperhatikan banyak best practices dan lesson learned dari isu global, termasuk yang terjadi di China, sebagai referensi penting," katanya.
"Namun, strategi transisi energi tetap disesuaikan dengan kondisi Indonesia, baik dari sisi infrastruktur, kebutuhan energi, maupun perilaku konsumen," tambahnya.
Dengan pendekatan yang hati-hati dan terukur ini, Pertamina berkomitmen untuk memastikan transisi energi dapat berjalan secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi industri energi di tanah air untuk beradaptasi dan berinovasi di era kendaraan listrik.