Subsidi Motor Listrik Tak Ada Kejelasan, Produsen Dilanda PHK Besar-besaran

Ferdian - Kamis, 3 Juli 2025 | 21:15 WIB

Ilustrasi pabrik motor listrik (Ferdian - )

“Kalau supply turun, semuanya harus efisiensi supaya sustain. Sementara itu, banyak perusahaan motor listrik sebetulnya kemitraan kerjanya sebagai tenaga partai. Jadi kalau produksinya naik lagi, mereka pasti dipanggil lagi,” ujarnya.

Namun menurut Budi, situasi ini berbeda dengan PHK permanen. Para pekerja hanya diliburkan sementara dan akan kembali bekerja jika permintaan membaik.

"Jadi menurut saya bukan PHK," ucapnya.

Dalam industri pabrik, istilah tenaga partai merujuk pada pekerja lepas atau borongan yang dipekerjakan untuk menyelesaikan satu batch produksi tertentu, sesuai pesanan atau kebutuhan pabrik.

Pekerja tenaga partai tidak terikat sebagai karyawan tetap. Hubungan kerjanya bersifat fleksibel, menyesuaikan volume produksi.

Jika permintaan naik, mereka dipanggil lagi. Sebaliknya, saat produksi menurun, mereka akan dirumahkan sementara.

Baca Juga: Pantas Penjualan Motor lIstrik Anjlok 80%, Data di Web Ini Nihil

Sistem ini banyak digunakan di industri padat karya seperti motor listrik, garmen, sepatu, hingga manufaktur komponen karena dinilai lebih efisien untuk menyesuaikan biaya operasional dengan kondisi pasar.

Sebelumnya, insentif subsidi motor listrik sebesar Rp 7 juta per unit sempat mendorong penjualan pada 2024. Namun, tanpa subsidi, penjualan menurun signifikan.

Menurut Aismoli, beberapa pabrikan kini hanya mampu menjual sekitar 300 unit per bulan, padahal sebelumnya bisa mencapai 1.000 unit hingga 2.000 unit per bulan.

Budi berharap pemerintah segera memberikan kepastian soal subsidi agar industri motor listrik tidak semakin tertekan.

"Kalau ada berita-berita seperti itu, pasarnya sensitif banget. Jadi orang yang tadinya mau beli, akhirnya nunggu dulu. Kalau nunggu tidak ada kepastian kan jadi agak stuck penjualannya karena konsumen menunggu bantuan pembelian ini,” ujarnya.