Dalam praktiknya, YS berperan sebagai calo, mencari pemesan SIM B2 palsu dari calon karyawan dengan tarif Rp 1,3 juta.
Data korban kemudian dikirim melalui WhatsApp kepada MD, yang mendapatkan upah Rp 400.000 untuk setiap SIM palsu yang berhasil dibuat.
"Data yang dikirim meliputi identitas, foto, dan tanda tangan. MD mengedit data tersebut menggunakan komputer di toko percetakan tempatnya bekerja," jelas Erwin.
Awalnya, MD berencana mencetak SIM palsu di toko tempatnya bekerja, namun setelah bosnya mengetahui, ia mencari toko lain dan menemukan LN di Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Karang Anyar.
"LN menggunakan kertas PVC card kit untuk mencetak SIM tersebut. Setelah dicetak dengan mesin fotokopi warna, SIM palsu dipress menggunakan mesin press agar menyerupai SIM asli," urainya.
Baca Juga: Pengusaha Percetakan Spanduk Terancam 6 Tahun Penjara, Diamankan 11 Lembar SIM BII Umum
Setelah selesai, MD mengirimkan SIM palsu kepada pemesan menggunakan jasa speed boat.
"Peredaran SIM palsu ini tidak hanya terjadi di Tarakan, kami juga sempat mencegah pengiriman ke Kaltim," imbuh Erwin.
Untuk setiap SIM, MD membayar LN sebesar Rp 30.000, sementara ia meraup untung hingga Rp 850.000 per SIM yang dijual.
"Aksi pemalsuan SIM dimulai tahun 2023, sempat vakum, dan kembali aktif pada 2025. Hingga saat ini, polisi masih melakukan pengembangan terkait dugaan banyaknya SIM yang berhasil dicetak oleh MD," kata Erwin.
Secara fisik, SIM palsu tersebut memang tampak mirip dengan aslinya, namun jika dicermati, terdapat perbedaan pada hologram, ketebalan kartu, warna, huruf, dan barcode.
"Dari keterangan MD, ia sudah mencetak sekitar 30 lembar SIM, namun kami baru mengamankan 13 saja. Pengembangan kasus terus dilakukan," tegasnya.
Dalam kasus ini, polisi mengamankan berbagai barang bukti, termasuk seperangkat komputer, mesin cetak, kertas PVC, ponsel, dan bukti transaksi lainnya.
"Para tersangka kita sangkakan pasal 263 Ayat (1) KUH Pidana, dengan ancaman 6 tahun penjara," tutup Erwin.