Baca Juga: Bahlil Sebut Pemerintah Siap Berikan Insentif Mobil Hidrogen, Toyota Cuma Minta Ini
Menurutnya, idealnya insentif diberikan berdasarkan emisi yang dihasilkan, bukan sekadar jenis teknologi penggeraknya.
"Saya kasih ilustrasi ya, BEV itu dapat diskon 10 persen PPN, yang tadinya kena PPN 11 persen, jadi cuma 1 persen. Itu karena emisinya nol," kata Riyanto dalam diskusi bertajuk Menakar Efektivitas Insentif Otomotif yang digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (19/5/2025).
"Sekarang bayangkan mobil hybrid. Misalnya dalam simulasi tahun 2018, Toyota Prius bisa mengurangi emisi hingga 50 persen. Kalau BEV dikasih insentif PPN 10 persen, masa hybrid enggak dapat insentif juga? Harusnya dapat juga dong, misalnya 5 persen. Fair-nya begitu," lanjutnya.
Riyanto juga menyoroti LCGC. Mobil jenis ini terkenal hemat BBM dan emisinya juga lebih rendah dibanding mobil non-LCGC. Jadi menurutnya, LCGC juga layak diberi insentif.
"Intinya, kalau basis insentif itu emisi, maka kendaraan apapun yang berhasil menurunkan emisi harus diberi insentif proporsional. Ini penting supaya target pengurangan emisi dan net zero emission bisa tercapai," jelasnya.
"Kalau populasi mobil ICE berkurang karena masyarakat beralih ke hybrid atau LCGC, itu jelas bantu turunkan emisi juga. Jadi penting dipertimbangkan," pungkas Riyanto.