Ratusan Ribu Pemudik Tiba di Jawa Tengah, Pengamat Transportasi: Angkutan Pelat Hitam Merajalela

Wisnu Andebar - Selasa, 12 Mei 2020 | 16:20 WIB

Ilustrasi polisi menghalau pemudik (Wisnu Andebar - )

GridOto.com - Meski pemerintah sudah menetapkan aturan larangan mudik, namun ratusan ribu pemudik dari Jabodetabek berhasil lolos ke Jawa Tengah.

Hal itu disampaikan oleh Pengamat Transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno.

Menurutnya, sebagian besar pemudik yang tiba di Jawa Tengah tersebut menggunakan angkutan pelat hitam.

Sebab moda transportasi umum seperti bus, kereta api, pesawat udara, dan kapal cenderung menurun drastis sejak penetapan larangan mudik.

Baca Juga: Jalan Tikus Jadi Alternatif Pemudik, Pengamat Transportasi: Masih Lemah Pengawasan

"Sekarang ini, aliran uang pemudik mengalir ke pengusaha angkutan pelat hitam yang merajalela beroperasi memenuhi mobilitas orang antar kota antar provinsi yang cukup tinggi," kata Djoko dalam keterangan resmi yang diterima GridOto.com, Selasa (12/5/2020).

Sebagai gambaran, berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah, total yang datang ke Jawa Tengah sejak 26 Maret 2020 sebanyak 824.833 orang hingga 9 Mei 2020.

Sampai 24 April 2020 atau sejak larangan mudik diberlakukan, jumlah perantau yang datang di Jawa Tengah sebanyak 676.178 orang.

Meskipun stasiun kereta, bandara, dan sebagian terminal penumpang menutup operasinya, ternyata pertambahan perantau yang pulang kampung ke Jawa Tengah masih terus berlangsung sebesar 148.685 orang.

Baca Juga: Mudik Dilarang, Pengamat Transportasi Minta Pemerintah Berikan Insentif Kepada Perusahaan Bus

"Rombongan perantau warga Jateng (148.685 orang) dari Jabodetabak diperkirakan menggunakan kendaraan pribadi, sepeda motor atau kendaran sewa berpelat hitam," tandasnya.

Lebih lanjut ia berujar, kemungkinan besar pemudik melewati jalur tidak resmi (istilahnya jalur tikus) yang tidak terjaga aparat hukum.

Kendati demikian, Djoko menilai itu merupakan hal yang wajar ketika para perantau dari Jawa Tengah memilih pulang kampung.

Pasalnya, persediaan logistik dan finansial untuk memperpanjang hidup sudah mulai menipis dan tidak mampu membayar sewa kontrakan tempat tinggal.

Sementara sumber mata pencaharian di Jabodetabek sedang sepi.

Ia menambahkan, rata-rata perantau adalah pekerja informal pendapatan harian, seperti pedagang kaki lima, porter stasiun kereta, pengusaha warung makan, pengemudi taksi, pengemudi bajaj, driver ojek, penjual nasi goreng, penjual bubur ayam, dan penjaja kopi keliling.