Selama Pandemi Covid-19, Ojol Selalu Diperhatikan, Gimana Nasib Transportasi Umum Lain?

M. Adam Samudra - Rabu, 15 April 2020 | 11:35 WIB

Ilustrasi bajaj gas yang akan melakukan demo (M. Adam Samudra - )

GridOto.com - DKI Jakarta sudah resmi memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. 

Sejumlah aturan pun dibuat, salah satunya soal transportasi umum.

Tak hanya sektor industri, dampak pandemi corona (Covid-19) juga menghantam sarana transportasi darat.

Bahkan bukan sekedar masalah ojek online saja, angkutan umum lain pun terpuruk.

Baca Juga: Sambil Nunggu Corona Hilang, Yuk Pelajari Cara Dapat SIM Tanpa Calo

Misalnya bus antar kota antar provinsi (AKAP), mobil antar jemput antar provinsi dan (AJAP), dan bus pariwisata.

Belum lagi termasuk bus angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan pedesaan (angkudes), angkutan perkotaan (angkot), Bajaj, becak, becak motor, becak nempel motor (bentor) yang datanya ada di Dinas Perhubungan Provinsi, Kabupaten maupun Kota.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan, bahwa pemerintah juga perlu perhatikan nasib beberapa sopir angkutan umum tersebut.

"Angkutan roda tiga seperti Bajaj sebagai salah satu moda angkutan umum beroperasi di Jakarta sudah tidak diperhatikan keberadaannya," kata Ujar Djoko saat membahas Mudik Lebaran di Masa Pendemik Covid-19 melalui sesi Virtual Zoom bersama para jurnalis, Selasa (14/4/2020)

Baca Juga: Ini Motor Bermesin Injeksi Pertama di Dunia, Sudah Pakai Turbo!

Djoko menambahkan, sudah wilayah operasinya dibatasi, tambah semakin terpuruk di saat ojek daring muncul dengan wilayah operasi tanpa batas.

"Angkutan Bajaj dibiarkan beroperasi tapa perlindungan, meski sebagai angkutan umum yang legal," paparnya.

Djoko juga menilai, bahwa pengemudi ojek daring masih punya peluang mendapatkan penghasilan dengan membawa barang.

Perlu diketahui publik, bahwa dengan kondisi sekarang ini perusahaan transportasi, seperti perusahaan taksi, bus dan truk melakukan gerakan bantuan sosial tidak hanya pada pegawainya (pengemudi, knek, teknisi, adminitrasi) namun juga ke masyarakat yang membutuhkan.

"Padahal perusahaan transportasi itu keuntungan lebih kecil dibanding perusahaan transportasi daring," ucapnya.

Untuk diketahui, menurut data dari Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, terdapat 3.650 perusahaan bus/angkutan di tahun 2019.