"Kami akan serahkan requirements yang kami punya. Nanti akan dibicarakan lebih lanjut. Yang mesti dievaluasi juga dari tim Pertamina-nya juga, mungkin yang tim teknisnya pasti akan lebih memahami," jelas dia.
Sebagai informasi, sejumlah SPBU swasta mengalami kekurangan pasokan, di antaranya BP dan Shell.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman pun sudah memanggil pihak badan usaha swasta untuk mengatasi persoalan ini.
Salah satunya, pertemuan yang berlangsung pada 9 September 2025 dengan Shell, Vivo, BP-AKR dan Pertamina di Kementerian ESDM.
Laode yang ditemui usai pertemuan mengatakan, pihaknya masih menunggu data resmi dari SPBU swasta untuk mengatasi permasalahan kekurangan stok BBM.
Baca Juga: BBM di SPBU Shell dan BP AKR Masih langka, Cuma Stok Ini yang Tersedia
Data ini mencakup kebutuhan pasokan dan spesifikasi BBM yang diperlukan badan usaha swasta.
"Kami masih minta data ke badan usaha swasta, berapa sih dan spek-nya apa sih yang diinginkan. Kami sedang menunggu data. Tadi kami minta besok, (tapi) belum sanggup dikasih datanya. Jadi kita tunggu aja dulu," ucapnya.
Ia mengatakan, pihaknya akan menunggu hingga data tersebut diberikan secara resmi.
Setelah itu, Ditjen Migas akan mengolah data tersebut untuk menyesuaikannya dengan ketersediaan pasokan dalam negeri guna memenuhi kebutuhan SPBU swasta.
Pemerintah saat ini mengarahkan badan usaha swasta untuk menyerap stok BBM dari Pertamina.
Opsi penambahan impor pun tidak langsung dibuka, kecuali data kebutuhan BBM swasta menunjukkan pasokannya tak cukup dipenuhi dari stok dalam negeri.
Laode menyebut, jika dibutuhkan penambahan impor, maka penugasan akan diberikan kepada Pertamina untuk melakukan impor.
"Kita tunggu data biar tahu apakah Pertamina-nya butuh tambahan atau tidak. Kan kita tugaskan Pertamina satu pintu. Kita minta datanya (SPBU swasta), begitu dapat data, kita kasih tahu Pertamina-nya. Kata Pertamina, 'Oh ternyata perlu tambahan nih Pak, kami harus impor tambahan'," jelas dia.
| Editor | : | Naufal Nur Aziz Effendi |
KOMENTAR