"Wajib Pajak PBBKB adalah penyedia bahan bakar, seperti produsen atau importir. Proses pemungutan PBBKB ini dilakukan langsung oleh penyedia bahan bakar," tulis Bapenda.
Artinya, pajak dipungut oleh penyedia bahan bakar dan dibayarkan ke kas daerah.
Pemungutan dilakukan saat bahan bakar diserahkan kepada konsumen.
Bapenda menjelaskan bahwa kebijakan ini hanya berlaku untuk bahan bakar yang diserahkan dan dikonsumsi di wilayah Jakarta.
Tujuannya disebutkan untuk mendukung pengelolaan ekonomi daerah dan penggunaan bahan bakar secara lebih bijak.
“Fokusnya adalah mendukung perkembangan ekonomi daerah dan pemanfaatan bahan bakar di Jakarta,” tulis Bapenda.
Baca Juga: Truk Tangki BBM dan Dump Truck Saling Parut di Madiun, Ini Sosok Paling Bersalah
Aturan ini tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Perda ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Perda tersebut ditandatangani saat masa kepemimpinan Penjabat Gubernur Heru Budi Hartono.
Diketahui, PBBKB bukanlah hal baru. Pajak ini sudah diatur sejak tahun 2010 melalui Perda Nomor 10 Tahun 2010.
Namun, dalam Perda terbaru tahun 2024, tarif PBBKB dinaikkan dari 5 persen menjadi 10 persen.
Meski aturan tersebut sudah ada dalam Perda, Pramono menegaskan bahwa kebijakan itu belum diputuskan secara resmi oleh Pemprov DKI. “Jadi belum diputuskan ya,” ucap Pramono.
| Editor | : | Hendra |
KOMENTAR