Tantangan teknis maupun harga juga dihadapi Bridgestone Indonesia. Termasuk kondisi ekonomi nasional saat ini.
“Tahun 2024, market Indonesia turun rata-rata 10-15%. Ekonomi 2024 semua euforia, mengharapkan perbaikan tapi tidak terjadi. Impactnya lumayan,” ucap Mukiat.
Meski demikian, Bridgestone enggak tergerak untuk melakukan penghematan biaya di produksi ban.
“Kita enggak mendorong untuk cost saving. Melainkan apa yang bisa kita kontrol di luar produk tersebut,” lanjutnya seraya melihat tahun 2025 masih cukup berat.
Mukiat lantas mengungkapkan jika pihaknya tidak memberlakukan pembedaan kualitas untuk negara tertentu.
Misalnya membuat specdown khusus untuk pasar Indonesia.
Hal ini diamini Rachmat Susetyo, Plant Manager Kawarang Plant Bridgestone Indonesia.
Menurutnya, permintaan untuk membuat spesifikasi berbeda agar lebih terjangkau itu selalu ada namun tidak digubris mengingat standar kualitas Bridgestone yang wajib tinggi.
Dari sini kami langsung paham dengan moto sang pendiri bahwa melayani masyarakat dengan kualitas yang tinggi bukan sekadar slogan.
Bahkan dalam satu sesi dalam kunjungan Gridoto dan beberapa jurnalis lainnya, mereka tak segan menunjukkan perbandingan performa ban dengan kompetitornya.
Baik tes laboratorium maupun tes langsung di proving ground.
Bridgestone sendiri mengekspor ban ke lebih dari 70 negara di dunia termasuk ke negara asalnya, Jepang.
Adapun besaran market ban di Tanah Air, Mukiat mengungkapkan ada sekitar 24 juta mobil dengan jumlah ban dikali empat.
“Sekitar 30 persennya mengganti ban tiap tahun, jadi gede market size-nya,” tuturnya.
Adapun Bridgestone Indonesia mengincar sekitar 40% dari pasar mobil penumpang (passenger car) khususnya di market ban replacement atau pengganti.
Uniknya jualan ban, periode ganti ban tidak dihitung tiap tahun. Bridgestone sendiri mengasumsikan jika konsumen rata-rata mengganti ban tiap dua tahun.
Meski bagi Bridgestone, kondisi ban dengan durasi pemakaian dua tahun umumnya masih tergolong bagus.
| Editor | : | Iday |
KOMENTAR