Masalahnya, saat ini oli itu masih berada di area abu-abu, apakah termasuk limbah B3 (mengandung bahan berbahaya dan beracun).
"Kami sudah berdiskusi dengan Kemenperin. Dibilang food grade, yang jelas enggak food grade. Tapi dibilang berbahaya juga enggak. Dibanding cat, ini tidak seberbahaya cat. Tapi izin recycle apakah perlu spesifikasi B3, kita enggak perlu ke sana," ulasnya.
Mufti mengungkapkan, pihaknya ingin menjadi yang pertama utnuk membuat packaging botol oli yang eco label.
Lalu apakah pabrik sudah siap memproduksinya?
"Kita ada suplier botol. Kita ingin spesifikasi yang mereka punya menyesuaikan spesifikasi dari kita. Artinya kita sudah cukup friendly sekarang sekitar 10 persennya sudah plastik recycle tapi kita ingin jauh lebih baik," papar Mufti.
Dengan demikian, masyarakat tahu kalau Pertamina Lubricants punya add value. Saat membeli oli Pertamina, olinya bagus, trusted dan sehabis dipakai botolnya bisa di-recycle.
"Saya pikir cita-cita itu bagus bukan hanya di company tapi di industri pelumas," ungkap Mufti.
Pertamina Lubricants sudah berbicara dengan suplier, accessor dan certificator. Mereka sudah punya SNI terkait kemasan plastik non food grade.
"Cuma apakah di Indonesia ada industri pelumas yang pakai, belum ada. Hopefully kita bisa jadi yang pertama," ucapnya.
Secara teknis, memproduksi botol kemasan yang 100 persen bisa di-recycle bisa diwujudkan. Namun saat ini secara perizinan masih perlu dicek lebih dulu. Jangan sampai teknologi dan mesin bisa mewujudkan, tapi izinnya belum jelas.