Pernah Dibohongi Manajer Hingga Diremehkan Banyak Orang, Fabio Quartararo Lalui Masa Sulit Sebelum Jadi Juara MotoGP 2021

Rezki Alif - Jumat, 29 Oktober 2021 | 17:45 WIB

Fabio Quartararo melalui masa sulit sebelum jadi juara MotoGP 2021 (Rezki Alif - )

GridOto.com - Sebelum namanya melejit dan jadi juara dunia MotoGP 2021, Fabio Quartararo pernah mengalami masa-masa sulit dalam kariernya.

Masa-masa sulit itu dialami Fabio Quartararo berulang kali, mulai dari dibohongi oleh manajernya sendiri hingga banyak orang meremehkan bakatnya.

Setelah memenangkan banyak kejuaraan saat masih kanak-anak, Quartararo pun terjun ke FIM CEV Moto3 2013 saat usianya masih 14 tahun.

Tergolong muda kala itu, dengan berbagai tekanan yang begitu berat di bahunya.

MotoGP.com
Fabio Quartararo sukses kunci gelar juara dunia MotoGP 2021.

Namun dengan kemampuan yang luar biasa, El Diablo akhirnya bisa memenangkan CEV Moto3 saat debut pertamanya.

Memasuki tahun keduanya di CEV Moto3, pembalap berpaspor Prancis ini menang gelar lagi dan namanya langsung melambung.

Gelar itu pun membuatnya bisa naik ke kejuaraan dunia Moto3 satu tahun lebih muda dari yang lainnya, bersama Estrella Galicia 0,0 dengan mesin Honda.

Nama Quartararo kemudian dibanding-bandingkan dengan Marc Marquez yang saat itu jadi juara di MotoGP, membuat beban di bahunya semakin menumpuk saja.

Baca Juga: Rekrut Andrea Dovizioso, Bos Tim RNF Razlan Razali Merasa Terpaksa?

Tapi saat memulai karier di Moto3, performa Quartararo malah menurun dengan berbagai masalah yang dialaminya.

"Dibanding-bandingkan dengan Marc membuatku termotivasi pada awalnya. Tapi ketika mendapat hasil buruk, hasilnya jadi tekanan," ungkap Quartararo dilansir GridOto.com dari The-Race.

"Aku mendapat hasil buruk di 2015 dan perubahan tim membuatnya semakin kacau. Hasilnya buruk, aku tak pernah memenangkan balapan Moto3, padahal di CEV aku menang 9 dari 11 balapan. Ada yang salah denganku," jelasnya.

Diterjang cedera, politik tim hingga faktor teknis di luar kuasanya, Quartararo seolah gagal memenuhi ekspektasi banyak orang dan dianggap remeh.

"Semua berawal dari tekanan, kemudian kami berganti tim ke Leopard, dan kukira mereka akan memakai motor Honda tapi malah berganti ke KTM di menit-menit terakhir. Aku tak senang dengan orang yang mengurus karirku," ungkap Quartararo.

Jadi saat gabung ke tim Leopard, Quartararo tahunya tim tersebut akan memakai mesin Honda yang sudah familiar baginya.

Tapi manajernya saat itu tidak memberi tahu Quartararo soal pergantian motor dari Honda ke KTM.

Jadi Quartararo merasa dibohongi manajernya sendiri dan membuatnya kesulitan hingga butuh waktu lama untuk beradaptasi.

Baca Juga: Berbeda dengan Fabio Quartararo, Lin Jarvis Merasa Gelar Jorge Lorenzo di MotoGP 2015 Enggak Nikmat

Baca Juga: Bisa Kunci Gelar Juara Dunia MotoGP 2021, Bos Tim Yamaha Sebut Fabio Quartararo Bakal Jadi Rival Berat Marc Marquez

"Ketika berusia 15, 16, 17 tahun dan kau mengalami itu semua, itu sangat buruk. Lalu kakiku patah dan ada yang salah secara mental, aku tak sekuat saat ini. Butuh waktu lama bagiku untuk kembali, bahkan ketika aku crash aku butuh waktu lama untuk mendapatkan kecepatanku lagi," ungkap pembalap bernomor 20 ini.

"Pertengahan 2015 sampai awal 2018, itu masa-masa yang buruk, sangat buruk. Aku bisa sedikit memperbaiki kecepatanku pada akhir 2017, dan sejak Le Mans 2018 kami membuat langkah besar," tegasnya.

Quartararo pun kembali merebut perhatian publik saat menang balapan Moto2 di Barcelona pada 2018 silam.

Pada tahun tersebut, Quartararo memang banyak mengubah teknis motor dari sebelum-sebelumnya karena merasa ada yang tidak cocok.

Hanya saja itu jadi satu-satunya kemenangan Quartararo, sehingga tidak istimewa bagi kebanyakan orang.

Tapi Quartararo menang dengan memakai motor Speed Up yang dianggap beberapa orang sebagai sesuatu yang sangat istimewa.

Saat itu muncul anggapan, pembalap yang bisa menang dengan Speed Up bukan pembalap biasa.

Pada seri selanjutnya di Assen, Quartararo membuat kejutan lagi dan meraih podium 2, meskipun pada balapan tersisa hasilnya biasa.

Hal itu juga yang jadi salah satu alasan Yamaha dan SRT merekrutnya di 2019, meskipun bukan sebagai pilihan utama dan pertama.

"Aku akan terus mengingatnya, kembali ke Assen saat Eric Mahe (manajer Quartararo saat ini) bilang padaku soal peluang ke Petronas, aku bertanya apa itu di Moto2, tapi dia bilang MotoGP dan aku sangat wow kala itu," tegasnya.

Quartararo sempat deg-degan menunggu panggilan dari Petronas Yamaha SRT kala itu, dan tak berpikir panjang untuk menerimanya.