GridOto.com - Beberapa tahun ke depan, akan ada empat event motorsport bertaraf internasional yang direncanakan akan menyambangi Indonesia.
Diantaranya MotoGP di Mandalika tahun 2021, MXGP di Semarang dan satu tempat lagi di tahun 2020, serta balapan Formula E (FE) di Jakarta yang katanya juga akan dilaksanakan tahun 2020.
Ini tentu membawa kebanggaan, tapi sulit untuk lari dari fakta bahwa Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain di Asia Tenggara dalam menyelenggarakan balapan internasional kelas atas.
Vietnam akan mendatangkan F1 tahun depan, Thailand sudah menggelar MotoGP sejak 2018, Singapura telah 11 tahun menjadi tuan rumah F1, dan Malaysia sudah menggelar F1, FE serta MotoGP.
(Baca Juga: Digarap Sesuai Standarisasi FIM, Sirkuit Mandalika Target Bisa Uji Kelayakan Akhir 2020)
GridOto.com sempat berbincang dengan Irawan Sucahyono, selaku Desainer Sirkuit Non-permanen dan Penasehat Sirkuit Sentul, beberapa waktu lalu.
Dalam perbincangan itu, ia membeberkan kenapa Indonesia masih tertinggal dalam hal penyelenggaraan event motorsport, bahkan olahraga bertaraf internasional lainnya.
“Semua negara menganggap bahwa event motorsport itu adalah tourism sport. Indonesia masih menganggap sport itu ya sport, itu yang menghambat olahraga dunia itu masuk ke Indonesia,” ujarnya kepada GridOto.com di bilangan Jakarta Barat.
“Mindset kita itu ‘sport apa benefitnya, orang kita gak balapan kok,’. Tapi sebenarnya ini adalah tourism sport, (yaitu) tourism memakai item sport,” imbuh pria yang sudah lama malang-melintang di dunia balap Indonesia itu.
(Baca Juga: Jakarta Mau Gelar Balap Formula E? Harus Bangun Sirkuit Jalanan dan Ini Syarat-syaratnya!)
Perbedaan mindset itu lah yang salah satunya menyebabkan polemik penyelenggaraan FE di Jakarta, karena FE dinilai terlalu ‘mahal’ untuk sebuah event olahraga.
Irawan mengungkapkan, event motorsport akan tetap dianggap mahal selama hanya dianggap sebagai olahraga yang tidak dapat dihitung nilainya.
Bukan perhelatan untuk membawa turis asing dan domestik, yang memiliki hitungan untung-rugi yang jelas.
Hal itu juga yang membuat negara-negara lain menyelenggarakan event motorsport di bawah Menpar masing-masing.
Sedangkan event balapan di Indonesia masih berada di bawah Menpora.
(Baca Juga: Dianggap Sukses, Kota Semarang Bakalan Lanjut Gelar MXGP Tahun 2020)
“Kita lihat tetangga yang dekat saja, Singapura, (F1) itu dibawah tourism board. Di Macau, (Macau GP) betul-betul nempel ke tourism, jadi itu kalender tourism-nya Macau, Macau Grand Prix itu setiap tahun ada,” katanya melanjutkan.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan kalau perubahan ini terjadi karena tidak cukup hanya mengandalkan heritage tourism, yakni turisme yang mengandalkan budaya saja.
“Karena heritage tourism itu orang datangnya hanya sekali, tapi kalau event seperti F1 itu mereka datangnya berulang, (karena itulah) menjadi (bagian) kalender eventnya negara,” jelas Irawan.
“Makanya saya merasa ‘kok orang Indonesia ngitungnya gak masuk terus tapi di luar negeri masuk terus', jadi cara dia mengemas (event motorsport) itu beda,” tutupnya.