Dari Semua Negara di ASEAN, Cuma Indonesia Belum Tuntaskan ODOL

M. Adam Samudra - Rabu, 11 Maret 2020 | 17:05 WIB

Petugas saat melakukan pengukuran truk odol (M. Adam Samudra - )

GridOto.comPengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno mengatakan, permasalahan angkutan ODOL di Indonesia seakan dibiarkan begitu saja.

Bahkan ia menyebut, Indonesia sebagai salah satu negara yang belum menuntaskan masalah angkutan ODOL di antara negara Asia Tenggara.

"Dari semua negara di ASEAN, hanya Indonesia yang masalah truk ODOL belum tuntas," kata Djoko kepada GridOto.com di Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Menurut Djoko, probematika ODOL di Indonesia adalah sudah menjadi budaya dalam dunia logistik angkutan truk di Indonesia.

(Baca Juga: Hino Luncurkan Truk Baru Sepanjang 12 Meter, Anti-ODOL dan Mampu Bawa Beban 15 Ton)

"Truk ODOL logistik dan distribusi bahan baku maupun produk industri nasional sangat bergantung pada moda transportasi darat (truk). Karena moda transportasi lainnya seperti kereta api, angkutan laut dan udara belum mampu mengurangi beban dan transportasi darat," tukasnya.

Untuk mengendalikan angkutan barang muatan lebih atau overloading Djoko menyarankan, pemerintah memperkuat penyelenggaraan Unit Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB).

Jembatan timbang diakui masih menjadi kewenangan Kemenhub dan bersinergi dengan Kemendagri.

Namun untuk urusan kir, kewenangannya justru ada di pemerintah daerah.

Karena itu Djoko menilai, kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu diperkuat dalam hal itu.

(Baca Juga: Razia ODOL di Tol Palikanci Kembali Dilakukan, Baru Sejam Belasan Truk Kena Tilang!)

Untuk diketahui, dikutip dari data Frost and Sullivan 2016, biaya logistik di Indonesia masih di angka 24 persen produk domestik bruto (PDB).

Nilainya jauh di atas negara lain seperti Vietnam (20 persen), Thailand (15 persen), Tiongkok (14 persen). Atau Malaysia, Philipina dan India (13 persen), Taiwan dan Korea Selatan (9 persen PDB), apalagi Singapura dan Jepang (8 persen PDB).